RINDU DIBALIK SEBUAH PENGORBANAN
Ada suatu perasaan yang mengganjal dari seorang anak perantauan, anak yang sudah di didik oleh orang tuanya untuk menghadapi berbagai macam permasalahan hidup dari semenjak dia berumur delapan tahun. Namanya Syuja Hamzah Swapraja, biasa dipanggil Hamzah, namanya diambil dari perpaduan bahasa arab, nama sahabat sekaligus paman Rasul, juga dari bahasa Indonesia. Cerita perjalanan hidup anak perantauan ini berawal sejak dia masuk SMP, yang akhirnya terus berlanjut hingga SMA dan Hamzah pun menjadi anak perantauan selama 6 tahun lamanya.
Hamzah lahir di Jakarta, 22 April 1998. Mulai masuk Sekolah Dasar (SD) saat dia berumur tujuh tahun. Hamzah menempuh pendidikan SD di SDIT BUAH HATI, SD swasta. Sebagai orang Jakarta dan lahir di Jakarta, juga bersekolah di sekolah swasta, tak heran kalau teman – teman sebayanya di SD kebanyakan adalah orang – orang yang memiliki keadaan ekonomi berlebih, terlihat dari keseharian teman – temannya yang hampir semua diantar jemput pake ojek pribadi, motor, atau mobil. Tapi semua berbeda dengan Hamzah yang menjalani masa SD nya dengan bersepeda, kelas satu SD Hamzah berangkat sekolah sendiri dengan berjalan kaki, semenjak kelas dua, Hamzah mulai bersepeda ke sekolah. Sebenarnya Hamzah bukan orang yang kurang mampu di Jakarta, tapi dia orang yang berkecukupan. Meskipun menjadi orang yang berkecukupan di Jakarta dan sebenarnya bisa pergi ke sekolah seperti teman – temannya, tapi yang ia jalani di masa kecilnya adalah sebuah perjalanan hidup yang berbeda. Perjalanan hidupnya adalah sebuah pengalaman yang sangat sangat berharga yang merupakan buah dari didikan orang tuanya. Menjadi anak yang lebih dulu merasakan pahitnya kehidupan menjadikan Hamzah bisa lebih cepat untuk berfikir dewasa, visioner, juga menjadi orang yang lebih berempati juga peka terhadap lingkungan sekitar dan orang lain. Terkadang ada saja pikiran yang terbesit dalam hatinya tentang apa yang ia jalani, terkadang ada pikiran – pikiran yang mempertanyakan apakah orang tuaku kejam ? apakah orang tuaku tidak perhatian terhadap anaknya ? tapi semua itu adalah pertanyaan konyol yang tidak pantas untuk dibahas dan tidak pantas untuk dipertanyakan. Karena orang tua yang hebat adalah orang tua yang berani untuk melepas anak – anaknya merasakan pahitnya kehidupan sejak dini. Mempercayai kehebatan anak adalah awal dari kehebatan itu sendiri. Oleh karena itu, Hamzah tidak pernah lagi memikirkan pertanyaan – pertanyaan yang sebenarnya tidak pantas untuk dipertanyakan. Jangan pernah meragukan didikan orang tua hebat.
Selepas lulus dari Sekolah Dasar, Hamzah dikirim oleh orang tuanya untuk bersekolah di Kabupaten Garut, dan untuk kesehariannya ia tinggal di suatu asrama bersama teman – teman baru yang berasal dari berbagai daerah. Bersekolah jauh dari orang tua adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya, dia mengira bahwa masa SMP dan SMA akan lebih memanjakan dia dalam perjalanan hidupnya, dia akan berangkat sekolah memakai motor, bermain ke mall dan nongkrong nongkrong dengan teman di Jakarta, juga semua kemanjaan yang tersedia di kota Jakarta. Tapi pada kenyataannya ia harus bersekolah jauh dari orang tuanya di Jakarta, melanjutkan perjalanan hidup dengan lebih menantang dari sebelumnya. Menjadi siswa baru yang jauh dari rumah, dan mendapat teman baru dari berbagai daerah sempat membuat Hamzah tidak betah, karena ia kaget dengan kebiasaan temannya dari daerah lain yang kebiasaan itu belum pernah ia rasakan sebelumnya, tak heran pada awal – awal bersekolah Hamzah dikenal sebagai orang yang sangat sensitif. Tak hanya itu, awal Hamzah memasuki dunia baru, semua terasa asing dan tidak nyaman. Hamzah merasa tidur tidak nyenyak, makan tidak enak seakan tidak ada rasanya, masih sering memikirkan orang tua di rumah, dan setiap shubuh terfikir tentang orang tua, karena kalau di rumah, setiap shubuh ia dibangunkan oleh orang tuanya. Selama satu semester atau enam bulan lamanya Hamzah bersekolah jauh dari rumah dan betemu teman dari berbagai daerah, Hamzah mulai bisa beradaptasi dengan kebiasaan yang ada di sekolah dan asramanya. Hamzah mulai kenal dengan semua temannya, Hamzah sudah jarang lagi melamun memikirkan orang tuanya di rumah, mulai bisa tidur nyenyak, dan bisa makan enak. Disana Hamzah baru menyadari bahwa semua yang kita bayangkan dan fikirkan tidak bisa terjadi begitu saja, semua butuh proses dan kerja keras. Dan tidak semua yang kita inginkan bisa terjadi, karena kita tidak hidup di negeri dongeng.
Banyak orang yang mengatakan bahwa masa SMP adalah masa pencarian jati diri, masa dimana kita bisa mengeluarkan segala potensi untuk menemukan jati diri kita sebenarnya, tapi semua itu tidak untuk Hamzah. Entah mengapa Hamzah menjadi seperti bunglon, Hamzah tidak punya prinsip dalam apa yang ia lakukan dan hanya ikut ikutan dengan teman yang lain. Kadang Hamzah ikut dengan teman yang baik, yang rajin sekolah dan rajin mengerjakan tugas, tapi terkadang Hamzah juga ikut temennya yang jarang ke sekolah dan malah ikut bermain bola, juga ikut temannya yang tidak mengerjakan tugas, dan berfikir “tenang aja, ada temen lain yang ga ngerjain tugas juga”. Belum juga di masa SMP, Hamzah mulai mengerti tentang hal – hal baru yang sebelumnya tidak ia mengerti, mulai tahu hal – hal yang tidak senonoh, seperti anak muda lazimnya, bisa dibilang tiga tahun SMP itu di mulai dari kelas satu semester dua adalah zaman kejahiliyahan bagi Hamzah. Tiga tahun SMP, begitulah kehidupan Hamzah di perantauan. Melakukan perbuatan apapun tanpa memikirkan perasaan orang tua di rumah yang punya harapan besar kepada anaknya.
Di suatu ketika saat anak perantauan dengan perilaku yang sudah diluar batas, ada suatu perasaan yang mengganggu Hamzah, suatu perasaan yang membuat dirinya tidak nyaman dan tidak tenang dengan apa yang ia lakukan. Suatu perasaan itu muncul ketika ia memasuki masa SMA. Entah mengapa Hamzah merasa segala sesuatu yang ia lakukan saat SMP sudah waktunya untuk dirubah dan diperbaiki. Entah pemikiran itu datangnya darimana, Hamzah pun tak mengerti. Mungkin semakin dewasa kita, akan semakin peka perasaan kita terhadap apa yang terjadi dalam hidup. Selepas libur panjang dari kelas 3 SMP dan mulai memasuki SMA, orang tuanya mengantar Hamzah kembali ke sekolah. Saat orang tuanya mengantar ke sekolah, ia dititipkan suatu harapan besar yang baru pertama kali itu ia rasakan, setelah sebelumnya ia belum pernah dititipkan sesuatu yang benar – benar serius oleh orang tuanya. Titipan itu bukan berupa barang atau materi, melainkan titipan itu adalah titipan yang lebih berat tanggungannya dari barang atau materi. Titipan itu adalah sebuah amanah. Saat orang tuanya hendak pulang ke Jakarta setelah mengantar Hamzah ke sekolah di Garut, orang tuanya berkata “ nak, umi abi titip masa depan keluarga ya, jadilah anak yang sholeh, bersyukur terhadap apapun yang kita miliki, belajar yang rajin, umi abi tunggu kabar gembira dari mas Hamzah ya”. Itulah sebuah titipan yang secara tidak langsung adalah amanah yang diberikan oleh orang tuanya. Tak terasa setelah titipan itu disampaikan kepada Hamzah dan orang tuanya pulang ke Jakarta, hal pertama yang Hamzah lakukan setelah itu adalah langsung bergegas menuju masjid untuk bermuhasabah atau berintropeksi diri. Selama satu jam Hamzah sholat dzuhur dan kemudian berdzikir sekaligus berintropeksi diri, tak terasa air mata penyesalan jatuh tak tertahankan, penyesalan yang sangat menyakitkan untuk seorang anak perantauan. Bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua melakukan banyak perbuatan yang sia – sia selama tiga tahun ini, bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua tidak bisa memberikan yang terbaik bagi orang tuanya, bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua tidak bisa memberikan kabar gembira bagi keluarga di rumah, semua pengorbanan yang dilakukan orang tuanya untuk Hamzah seakan sia – sia. Lalu, apa bedanya ia dengan anak – anak lain yang dekat dengan orang tuanya. Semua penyesalan keluar dari diri Hamzah ketika itu. Tapi dari sebuah air mata penyesalan itu, Hamzah bisa termotivasi untuk membangun masa depannya yang lebih baik lagi, seakan – akan saat ia keluar dari masjid, ia menemukan dunia baru dan menemukan semangat hidup yang lebih segar dari sebelumnya. Penyesalan memang datangnya di akhir, tapi percayalah dari suatu penyesalan yang sangat mendalam, disana akan lahir sebuah perubahan besar yang bisa membuktikan kepada semua orang bahwa kapanpun kita bisa bangkit menuju masa depan yang lebih baik. Jadi, kalau kita merasa ada yang salah terhadap kehidupan kita, percepatlah rasa penyesalan itu, agar kita bisa bangkit dengan suatu perubahan yang besar, yang itu adalah sebuah pembuktian terhadap semua orang tentang masa lalu kita.
Semangat baru juga harapan baru telah dimulai. Saat masuk kelas satu SMA, Hamzah diajak oleh temannya untuk masuk organisasi sekolah, untuk menginjakkan kaki di dunia organisasi belum pernah terencanakan oleh Hamzah sebelumnya, tapi Hamzah berusaha untuk menekuninya. Sebagai orang baru di oraganisasi sekolah tersebut, membuat dirinya minder, karena hampir semua orang di organisasi berpendapat dan bersuara dengan kajiannya masing – masing untuk dikaji kembali bersama – sama dalam oraganisasi sekolah itu. Tapi entah mengapa perasaan minder nya itu tidak membuat Hamzah patah semangat dan kabur dari dunia aktivis atau organisasi, ia justru menemukan kenyamanan dan kesenangan dalam dunia organisasi. Semua yang ia rasakan saat masuk ke dunia aktivis atau organisasi, seakan menjadi semangat bagi Hamzah untuk terus belajar dan menggali lagi apa yang belum ia ketahui, yang akhirnya membuat uang Hamzah lebih bermanfaat dengan dibelikannya buku – buku tentang sosial. Tidak hanya merasa minder saat pertama masuk organisasi, tapi Hamzah juga menjadi orang yang kerjanya bawahan. Tapi dari semua kepahitan yang Hamzah rasakan saat awal masuk organisasi, Hamzah malah semakin semangat dan mendapat kesenangan berada di dunia organisasi. Mungkin inilah yang disebut sebagai jati diri, yang selanjutnya akan memunculkan passion dalam diri kita. Dimana kita mendapatkan kesenangan di dalamnya walaupun kita masih berada di bawah, dimana kita merasa ada sebuah kontribusi yang kita lakukan disana, dan dimana kita berani mengorbankan segalanya disana, baik itu pengorbanan waktu, tenaga, biaya, pikiran, dan yang lainnya. Barangkali itu semua yang biasa kita sebut dengan jati diri dan passion.
Organisasi merubah hidup Hamzah 180 derajat, Hamzah menjadi orang yang rajin membaca dan menulis di saat waktu luang. Semenjak masuk organisasi juga, jatah tidurnya ia kurangi dan kesehariannya disibukkan dengan dunia organisasi. Hamzah menjadi bisa mengatur waktunya lebih bijak dan sering melakukan diskusi – diskusi bersama teman di organisasi. Setelah satu tahun menjadi organisator, organisasi seakan telah menjadi hobinya, kenapa ? karena sejatinya hobi adalah suatu hal yang membuat kita senang walaupun terkadang membuat kita lelah, Hamzah jadi menemukan dunianya saat itu.
Di tahun kedua Hamzah aktif di organisasi, tiba – tiba saat rapat formatur dalam musyawarah untuk kepemimpinan yang baru, ia dipercaya untuk menjadi seorang ketua bidang. Dalam benak hamzah, berat rasanya membayangkan menjadi seorang pemimpin, karena dilihat dari pengalaman pun bisa dibilang masih minim dibandingkan calon ketua bidang lain yang sudah lebih dari satu tahun aktif di organisasi, dilihat dari ilmu pun masih sangat – sangat minim, karena Hamzah adalah orang baru di dunia organisasi. Baginya, amanah menjadi seorang pemimpin bisa mendekatkannya ke syurga juga bisa mendekatkannya ke neraka, semua itu tergantung pilihan kita. Menjadi seorang pemimpin juga bisa menjadi barokah dan bisa jadi ancaman, menjadi barokah karena kalau kita melakukan hal baik dengan kepemimpinan itu dan banyak orang yang puas, kita akan mendapat pahala yang setimpal, menjadi ancaman karena kalau kita melakukan hal yang menyengsarakan dan mendzolimi orang banyak dengan kepemimpinan itu, kita akan diancam dengan dosa yang setimpal, yang terpenting dari semua itu adalah siapkah kita untuk berkorban dan totalitas menjadi seorang pemimpin? semua kesiapan itu berawal dari sebuah ambisi dan niat yang baik. Dengan segala pertimbangan, akhirnya hamzah menerima amanah menjadi ketua bidang itu dan resmi dilantik. Itu adalah sebuah pencapaian terbesar dalam hidup Hamzah. Setelah satu pencapaian itu, Hamzah mendapat lagi pencapaian lainnya. Hamzah berhasil menjadi juara satu badminton dalam ajang PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni), walaupun hanya tingkat kecamatan. Hamzah juga menjadi pribadi yang unggul dari teman lainnya.
Dari sebuah pencapaian Hamzah dalam tiga tahun terakhir ia jauh dari orang tua, di penghujung tahunnya ia bersekolah di Garut, ada suatu kerinduan yang sangat mendalam kepada sanak dan keluarga. Di suatu pagi setelah total berakhirnya seluruh kegiatan belajarnya di Garut, ia termenung di depan jendela asrama, sambil menikmati hijaunya sawah dan sejuknya udara pagi di daerah pegunungan, ada rasa rindu yang sangat mengganjal dalam benaknya, rasa rindu yang hampir meluap, rasa rindu yang ingin ia pecahkan dengan segala pembuktian dan pencapaiannya, rasa rindu yang sudah tak kuat lagi untuk dibendung, rasa rindu kepada orang tua, saat itu juga ia langsung bergegas mengambil handuk dan peralatan mandi, bergegas untuk mandi. Setelah mandi, Hamzah langsung memasukkan baju – bajunya ke dalam tas dan menyiapkan semua barangnya untuk di bawa pulang ke kampung halaman Jakarta. Ini adalah saatnya membuktikan apa yang bisa ia lakukan untuk orang tuanya. Dalam perjalanannya menuju rumah, ia tidak memberi tahu orang tuanya. Dan sesampainya ia di rumah, orang tuanya dan kakak adiknya kaget dan terkejut. Hamzah langsung menghampiri orang tuanya, memeluk erat ayah dan mencium kaki sang bunda, suasana haru pecah dalam rumah Hamzah. Dalam suasana haru itu, tiba – tiba Hamzah bertanya kepada kedua orang tuanya, suatu pertanyaan yang sejak lama telah mengganggunya, “Mi Bi, apa yang umi dan abi harapkan kepada Hamzah semenjak Hamzah lahir ?” lalu ayahnya duduk tegak sambil menatap wajah Hamzah dengan serius dan mulai menjawabnya, “ sejak kamu lahir dan abi kasih kamu nama Syuja Hamzah Swapraja, abi dan umi berharap kamu bisa menjadi orang yang pemberani seperti nama syuja, dan sifat keberanian mu itu seperti sahabat sekaligus paman rasul Hamzah, dan mengapa di belakangnya abi dan umi kasih nama swapraja, karena umi abi ingin kamu menjadi anak yang mandiri dan berdikari. Nak, hargailah prosedur kesuksesan atau yang sering kita sebut proses, dan tidak ada sebuah proses yang enak, karena sejatinya orang sukses tidak dilahirkan dari ketenagan, kenyamanan, dan kemanjaan, tapi orang sukses lahir dari sebuah pengorbanan, air mata, dan kerja keras. Anak yang hebat adalah anak yang berani keluar dari cangkangnya, keluar dari Rahim, dan keluar dari selimut rasa nyaman, tidak lagi dibedong, digendong, atau dituntun, berjalan diatas kaki dan memakai otaknya sendiri. Anak yang pintar di kelas belum tentu pintar dalam hidup mas. Mengapa umi abi kirim kamu sekolah jauh di Garut, Karena setidaknya kamu akan merasakan bagaimana hidup tidak dengan rasa nyaman dan tenang, setidaknya kamu akan keluar dari zona nyaman kehidupan. Karena kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup, kalau kerja sekedar kerja, kera juga kerja. Jadilah orang yang selalu berkontribusi besar dimanapun kamu berada mas, karena itu akan menjadikan hidup kamu lebih bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar. Tapi, ingatlah satu hal nak, ketika kamu sudah sukses nanti, kembalilah kepada asalmu, kembalilah kepada siapa yang telah membuat mu seperti itu, kembalilah ke tempat dimana kamu dibesarkan, karena mereka telah menunggumu sejak lama dan setiap hari berharap engkau pulang dengan sebuah pembuktian yang besar”. Saat itu, Hamzah tidak bisa menahan tangisnya, tangisan seorang anak perantauan yang meluapkan segala kerinduannya kepada kedua orang tuanya, juga orang tuanya yang setiap hari merindukan kehadiran harapan keluarga di tengah – tengahnya. Satu hal yang harus selalu kita ingat dalam setiap perjalanan hidup adalah jangan pernah lupa dari mana kita berasal, dimana kita dibesarkan, dan siapa yang telah membuat kita seperti sekarang ini. Bahagiakanlah kedua orang tua kita di masa tuanya, karena siapa lagi kalau bukan anak – anaknya.
SALAM ANAK PERANTAUAN !
Ada suatu perasaan yang mengganjal dari seorang anak perantauan, anak yang sudah di didik oleh orang tuanya untuk menghadapi berbagai macam permasalahan hidup dari semenjak dia berumur delapan tahun. Namanya Syuja Hamzah Swapraja, biasa dipanggil Hamzah, namanya diambil dari perpaduan bahasa arab, nama sahabat sekaligus paman Rasul, juga dari bahasa Indonesia. Cerita perjalanan hidup anak perantauan ini berawal sejak dia masuk SMP, yang akhirnya terus berlanjut hingga SMA dan Hamzah pun menjadi anak perantauan selama 6 tahun lamanya.
Hamzah lahir di Jakarta, 22 April 1998. Mulai masuk Sekolah Dasar (SD) saat dia berumur tujuh tahun. Hamzah menempuh pendidikan SD di SDIT BUAH HATI, SD swasta. Sebagai orang Jakarta dan lahir di Jakarta, juga bersekolah di sekolah swasta, tak heran kalau teman – teman sebayanya di SD kebanyakan adalah orang – orang yang memiliki keadaan ekonomi berlebih, terlihat dari keseharian teman – temannya yang hampir semua diantar jemput pake ojek pribadi, motor, atau mobil. Tapi semua berbeda dengan Hamzah yang menjalani masa SD nya dengan bersepeda, kelas satu SD Hamzah berangkat sekolah sendiri dengan berjalan kaki, semenjak kelas dua, Hamzah mulai bersepeda ke sekolah. Sebenarnya Hamzah bukan orang yang kurang mampu di Jakarta, tapi dia orang yang berkecukupan. Meskipun menjadi orang yang berkecukupan di Jakarta dan sebenarnya bisa pergi ke sekolah seperti teman – temannya, tapi yang ia jalani di masa kecilnya adalah sebuah perjalanan hidup yang berbeda. Perjalanan hidupnya adalah sebuah pengalaman yang sangat sangat berharga yang merupakan buah dari didikan orang tuanya. Menjadi anak yang lebih dulu merasakan pahitnya kehidupan menjadikan Hamzah bisa lebih cepat untuk berfikir dewasa, visioner, juga menjadi orang yang lebih berempati juga peka terhadap lingkungan sekitar dan orang lain. Terkadang ada saja pikiran yang terbesit dalam hatinya tentang apa yang ia jalani, terkadang ada pikiran – pikiran yang mempertanyakan apakah orang tuaku kejam ? apakah orang tuaku tidak perhatian terhadap anaknya ? tapi semua itu adalah pertanyaan konyol yang tidak pantas untuk dibahas dan tidak pantas untuk dipertanyakan. Karena orang tua yang hebat adalah orang tua yang berani untuk melepas anak – anaknya merasakan pahitnya kehidupan sejak dini. Mempercayai kehebatan anak adalah awal dari kehebatan itu sendiri. Oleh karena itu, Hamzah tidak pernah lagi memikirkan pertanyaan – pertanyaan yang sebenarnya tidak pantas untuk dipertanyakan. Jangan pernah meragukan didikan orang tua hebat.
Selepas lulus dari Sekolah Dasar, Hamzah dikirim oleh orang tuanya untuk bersekolah di Kabupaten Garut, dan untuk kesehariannya ia tinggal di suatu asrama bersama teman – teman baru yang berasal dari berbagai daerah. Bersekolah jauh dari orang tua adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya, dia mengira bahwa masa SMP dan SMA akan lebih memanjakan dia dalam perjalanan hidupnya, dia akan berangkat sekolah memakai motor, bermain ke mall dan nongkrong nongkrong dengan teman di Jakarta, juga semua kemanjaan yang tersedia di kota Jakarta. Tapi pada kenyataannya ia harus bersekolah jauh dari orang tuanya di Jakarta, melanjutkan perjalanan hidup dengan lebih menantang dari sebelumnya. Menjadi siswa baru yang jauh dari rumah, dan mendapat teman baru dari berbagai daerah sempat membuat Hamzah tidak betah, karena ia kaget dengan kebiasaan temannya dari daerah lain yang kebiasaan itu belum pernah ia rasakan sebelumnya, tak heran pada awal – awal bersekolah Hamzah dikenal sebagai orang yang sangat sensitif. Tak hanya itu, awal Hamzah memasuki dunia baru, semua terasa asing dan tidak nyaman. Hamzah merasa tidur tidak nyenyak, makan tidak enak seakan tidak ada rasanya, masih sering memikirkan orang tua di rumah, dan setiap shubuh terfikir tentang orang tua, karena kalau di rumah, setiap shubuh ia dibangunkan oleh orang tuanya. Selama satu semester atau enam bulan lamanya Hamzah bersekolah jauh dari rumah dan betemu teman dari berbagai daerah, Hamzah mulai bisa beradaptasi dengan kebiasaan yang ada di sekolah dan asramanya. Hamzah mulai kenal dengan semua temannya, Hamzah sudah jarang lagi melamun memikirkan orang tuanya di rumah, mulai bisa tidur nyenyak, dan bisa makan enak. Disana Hamzah baru menyadari bahwa semua yang kita bayangkan dan fikirkan tidak bisa terjadi begitu saja, semua butuh proses dan kerja keras. Dan tidak semua yang kita inginkan bisa terjadi, karena kita tidak hidup di negeri dongeng.
Banyak orang yang mengatakan bahwa masa SMP adalah masa pencarian jati diri, masa dimana kita bisa mengeluarkan segala potensi untuk menemukan jati diri kita sebenarnya, tapi semua itu tidak untuk Hamzah. Entah mengapa Hamzah menjadi seperti bunglon, Hamzah tidak punya prinsip dalam apa yang ia lakukan dan hanya ikut ikutan dengan teman yang lain. Kadang Hamzah ikut dengan teman yang baik, yang rajin sekolah dan rajin mengerjakan tugas, tapi terkadang Hamzah juga ikut temennya yang jarang ke sekolah dan malah ikut bermain bola, juga ikut temannya yang tidak mengerjakan tugas, dan berfikir “tenang aja, ada temen lain yang ga ngerjain tugas juga”. Belum juga di masa SMP, Hamzah mulai mengerti tentang hal – hal baru yang sebelumnya tidak ia mengerti, mulai tahu hal – hal yang tidak senonoh, seperti anak muda lazimnya, bisa dibilang tiga tahun SMP itu di mulai dari kelas satu semester dua adalah zaman kejahiliyahan bagi Hamzah. Tiga tahun SMP, begitulah kehidupan Hamzah di perantauan. Melakukan perbuatan apapun tanpa memikirkan perasaan orang tua di rumah yang punya harapan besar kepada anaknya.
Di suatu ketika saat anak perantauan dengan perilaku yang sudah diluar batas, ada suatu perasaan yang mengganggu Hamzah, suatu perasaan yang membuat dirinya tidak nyaman dan tidak tenang dengan apa yang ia lakukan. Suatu perasaan itu muncul ketika ia memasuki masa SMA. Entah mengapa Hamzah merasa segala sesuatu yang ia lakukan saat SMP sudah waktunya untuk dirubah dan diperbaiki. Entah pemikiran itu datangnya darimana, Hamzah pun tak mengerti. Mungkin semakin dewasa kita, akan semakin peka perasaan kita terhadap apa yang terjadi dalam hidup. Selepas libur panjang dari kelas 3 SMP dan mulai memasuki SMA, orang tuanya mengantar Hamzah kembali ke sekolah. Saat orang tuanya mengantar ke sekolah, ia dititipkan suatu harapan besar yang baru pertama kali itu ia rasakan, setelah sebelumnya ia belum pernah dititipkan sesuatu yang benar – benar serius oleh orang tuanya. Titipan itu bukan berupa barang atau materi, melainkan titipan itu adalah titipan yang lebih berat tanggungannya dari barang atau materi. Titipan itu adalah sebuah amanah. Saat orang tuanya hendak pulang ke Jakarta setelah mengantar Hamzah ke sekolah di Garut, orang tuanya berkata “ nak, umi abi titip masa depan keluarga ya, jadilah anak yang sholeh, bersyukur terhadap apapun yang kita miliki, belajar yang rajin, umi abi tunggu kabar gembira dari mas Hamzah ya”. Itulah sebuah titipan yang secara tidak langsung adalah amanah yang diberikan oleh orang tuanya. Tak terasa setelah titipan itu disampaikan kepada Hamzah dan orang tuanya pulang ke Jakarta, hal pertama yang Hamzah lakukan setelah itu adalah langsung bergegas menuju masjid untuk bermuhasabah atau berintropeksi diri. Selama satu jam Hamzah sholat dzuhur dan kemudian berdzikir sekaligus berintropeksi diri, tak terasa air mata penyesalan jatuh tak tertahankan, penyesalan yang sangat menyakitkan untuk seorang anak perantauan. Bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua melakukan banyak perbuatan yang sia – sia selama tiga tahun ini, bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua tidak bisa memberikan yang terbaik bagi orang tuanya, bagaimana bisa seorang anak yang jauh dari orang tua tidak bisa memberikan kabar gembira bagi keluarga di rumah, semua pengorbanan yang dilakukan orang tuanya untuk Hamzah seakan sia – sia. Lalu, apa bedanya ia dengan anak – anak lain yang dekat dengan orang tuanya. Semua penyesalan keluar dari diri Hamzah ketika itu. Tapi dari sebuah air mata penyesalan itu, Hamzah bisa termotivasi untuk membangun masa depannya yang lebih baik lagi, seakan – akan saat ia keluar dari masjid, ia menemukan dunia baru dan menemukan semangat hidup yang lebih segar dari sebelumnya. Penyesalan memang datangnya di akhir, tapi percayalah dari suatu penyesalan yang sangat mendalam, disana akan lahir sebuah perubahan besar yang bisa membuktikan kepada semua orang bahwa kapanpun kita bisa bangkit menuju masa depan yang lebih baik. Jadi, kalau kita merasa ada yang salah terhadap kehidupan kita, percepatlah rasa penyesalan itu, agar kita bisa bangkit dengan suatu perubahan yang besar, yang itu adalah sebuah pembuktian terhadap semua orang tentang masa lalu kita.
Semangat baru juga harapan baru telah dimulai. Saat masuk kelas satu SMA, Hamzah diajak oleh temannya untuk masuk organisasi sekolah, untuk menginjakkan kaki di dunia organisasi belum pernah terencanakan oleh Hamzah sebelumnya, tapi Hamzah berusaha untuk menekuninya. Sebagai orang baru di oraganisasi sekolah tersebut, membuat dirinya minder, karena hampir semua orang di organisasi berpendapat dan bersuara dengan kajiannya masing – masing untuk dikaji kembali bersama – sama dalam oraganisasi sekolah itu. Tapi entah mengapa perasaan minder nya itu tidak membuat Hamzah patah semangat dan kabur dari dunia aktivis atau organisasi, ia justru menemukan kenyamanan dan kesenangan dalam dunia organisasi. Semua yang ia rasakan saat masuk ke dunia aktivis atau organisasi, seakan menjadi semangat bagi Hamzah untuk terus belajar dan menggali lagi apa yang belum ia ketahui, yang akhirnya membuat uang Hamzah lebih bermanfaat dengan dibelikannya buku – buku tentang sosial. Tidak hanya merasa minder saat pertama masuk organisasi, tapi Hamzah juga menjadi orang yang kerjanya bawahan. Tapi dari semua kepahitan yang Hamzah rasakan saat awal masuk organisasi, Hamzah malah semakin semangat dan mendapat kesenangan berada di dunia organisasi. Mungkin inilah yang disebut sebagai jati diri, yang selanjutnya akan memunculkan passion dalam diri kita. Dimana kita mendapatkan kesenangan di dalamnya walaupun kita masih berada di bawah, dimana kita merasa ada sebuah kontribusi yang kita lakukan disana, dan dimana kita berani mengorbankan segalanya disana, baik itu pengorbanan waktu, tenaga, biaya, pikiran, dan yang lainnya. Barangkali itu semua yang biasa kita sebut dengan jati diri dan passion.
Organisasi merubah hidup Hamzah 180 derajat, Hamzah menjadi orang yang rajin membaca dan menulis di saat waktu luang. Semenjak masuk organisasi juga, jatah tidurnya ia kurangi dan kesehariannya disibukkan dengan dunia organisasi. Hamzah menjadi bisa mengatur waktunya lebih bijak dan sering melakukan diskusi – diskusi bersama teman di organisasi. Setelah satu tahun menjadi organisator, organisasi seakan telah menjadi hobinya, kenapa ? karena sejatinya hobi adalah suatu hal yang membuat kita senang walaupun terkadang membuat kita lelah, Hamzah jadi menemukan dunianya saat itu.
Di tahun kedua Hamzah aktif di organisasi, tiba – tiba saat rapat formatur dalam musyawarah untuk kepemimpinan yang baru, ia dipercaya untuk menjadi seorang ketua bidang. Dalam benak hamzah, berat rasanya membayangkan menjadi seorang pemimpin, karena dilihat dari pengalaman pun bisa dibilang masih minim dibandingkan calon ketua bidang lain yang sudah lebih dari satu tahun aktif di organisasi, dilihat dari ilmu pun masih sangat – sangat minim, karena Hamzah adalah orang baru di dunia organisasi. Baginya, amanah menjadi seorang pemimpin bisa mendekatkannya ke syurga juga bisa mendekatkannya ke neraka, semua itu tergantung pilihan kita. Menjadi seorang pemimpin juga bisa menjadi barokah dan bisa jadi ancaman, menjadi barokah karena kalau kita melakukan hal baik dengan kepemimpinan itu dan banyak orang yang puas, kita akan mendapat pahala yang setimpal, menjadi ancaman karena kalau kita melakukan hal yang menyengsarakan dan mendzolimi orang banyak dengan kepemimpinan itu, kita akan diancam dengan dosa yang setimpal, yang terpenting dari semua itu adalah siapkah kita untuk berkorban dan totalitas menjadi seorang pemimpin? semua kesiapan itu berawal dari sebuah ambisi dan niat yang baik. Dengan segala pertimbangan, akhirnya hamzah menerima amanah menjadi ketua bidang itu dan resmi dilantik. Itu adalah sebuah pencapaian terbesar dalam hidup Hamzah. Setelah satu pencapaian itu, Hamzah mendapat lagi pencapaian lainnya. Hamzah berhasil menjadi juara satu badminton dalam ajang PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni), walaupun hanya tingkat kecamatan. Hamzah juga menjadi pribadi yang unggul dari teman lainnya.
Dari sebuah pencapaian Hamzah dalam tiga tahun terakhir ia jauh dari orang tua, di penghujung tahunnya ia bersekolah di Garut, ada suatu kerinduan yang sangat mendalam kepada sanak dan keluarga. Di suatu pagi setelah total berakhirnya seluruh kegiatan belajarnya di Garut, ia termenung di depan jendela asrama, sambil menikmati hijaunya sawah dan sejuknya udara pagi di daerah pegunungan, ada rasa rindu yang sangat mengganjal dalam benaknya, rasa rindu yang hampir meluap, rasa rindu yang ingin ia pecahkan dengan segala pembuktian dan pencapaiannya, rasa rindu yang sudah tak kuat lagi untuk dibendung, rasa rindu kepada orang tua, saat itu juga ia langsung bergegas mengambil handuk dan peralatan mandi, bergegas untuk mandi. Setelah mandi, Hamzah langsung memasukkan baju – bajunya ke dalam tas dan menyiapkan semua barangnya untuk di bawa pulang ke kampung halaman Jakarta. Ini adalah saatnya membuktikan apa yang bisa ia lakukan untuk orang tuanya. Dalam perjalanannya menuju rumah, ia tidak memberi tahu orang tuanya. Dan sesampainya ia di rumah, orang tuanya dan kakak adiknya kaget dan terkejut. Hamzah langsung menghampiri orang tuanya, memeluk erat ayah dan mencium kaki sang bunda, suasana haru pecah dalam rumah Hamzah. Dalam suasana haru itu, tiba – tiba Hamzah bertanya kepada kedua orang tuanya, suatu pertanyaan yang sejak lama telah mengganggunya, “Mi Bi, apa yang umi dan abi harapkan kepada Hamzah semenjak Hamzah lahir ?” lalu ayahnya duduk tegak sambil menatap wajah Hamzah dengan serius dan mulai menjawabnya, “ sejak kamu lahir dan abi kasih kamu nama Syuja Hamzah Swapraja, abi dan umi berharap kamu bisa menjadi orang yang pemberani seperti nama syuja, dan sifat keberanian mu itu seperti sahabat sekaligus paman rasul Hamzah, dan mengapa di belakangnya abi dan umi kasih nama swapraja, karena umi abi ingin kamu menjadi anak yang mandiri dan berdikari. Nak, hargailah prosedur kesuksesan atau yang sering kita sebut proses, dan tidak ada sebuah proses yang enak, karena sejatinya orang sukses tidak dilahirkan dari ketenagan, kenyamanan, dan kemanjaan, tapi orang sukses lahir dari sebuah pengorbanan, air mata, dan kerja keras. Anak yang hebat adalah anak yang berani keluar dari cangkangnya, keluar dari Rahim, dan keluar dari selimut rasa nyaman, tidak lagi dibedong, digendong, atau dituntun, berjalan diatas kaki dan memakai otaknya sendiri. Anak yang pintar di kelas belum tentu pintar dalam hidup mas. Mengapa umi abi kirim kamu sekolah jauh di Garut, Karena setidaknya kamu akan merasakan bagaimana hidup tidak dengan rasa nyaman dan tenang, setidaknya kamu akan keluar dari zona nyaman kehidupan. Karena kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup, kalau kerja sekedar kerja, kera juga kerja. Jadilah orang yang selalu berkontribusi besar dimanapun kamu berada mas, karena itu akan menjadikan hidup kamu lebih bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar. Tapi, ingatlah satu hal nak, ketika kamu sudah sukses nanti, kembalilah kepada asalmu, kembalilah kepada siapa yang telah membuat mu seperti itu, kembalilah ke tempat dimana kamu dibesarkan, karena mereka telah menunggumu sejak lama dan setiap hari berharap engkau pulang dengan sebuah pembuktian yang besar”. Saat itu, Hamzah tidak bisa menahan tangisnya, tangisan seorang anak perantauan yang meluapkan segala kerinduannya kepada kedua orang tuanya, juga orang tuanya yang setiap hari merindukan kehadiran harapan keluarga di tengah – tengahnya. Satu hal yang harus selalu kita ingat dalam setiap perjalanan hidup adalah jangan pernah lupa dari mana kita berasal, dimana kita dibesarkan, dan siapa yang telah membuat kita seperti sekarang ini. Bahagiakanlah kedua orang tua kita di masa tuanya, karena siapa lagi kalau bukan anak – anaknya.
SALAM ANAK PERANTAUAN !
Comments
Post a Comment