PEMUDA
NASIONALIS MASA DEPAN DAN PAHLAWAN KEBANGKITAN INDONESIA
NASIONALIS MASA DEPAN DAN PAHLAWAN KEBANGKITAN INDONESIA
LATAR BELAKANG
Indonesia
kini sudah berusia 71 tahun, sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, dan Indonesia sudah banyak mengalami peristiwa – peristiwa
sejarah dalam perjalanannya. Banyak hal yang sudah rakyat Indonesia lewati
sampai sekarang, orde lama berganti orde baru, dan orde baru berganti reformasi
seperti yang kita rasakan sekarang ini. Rezim silih berganti dan kita sekarang
berada di rezim atau zaman reformasi. Reformasi telah berjalan selama 18 tahun
dan yang kita rasakan hari ini begitu banyaknya permasalahan yang terjadi di
Negeri ini, mulai dari masalah politik, ekonomi, pendidikan, moral, juga
pertahanan keamanan. Mungkin yang berbeda dari sebelumnya adalah di zaman
reformasi ini kebebasan sangat dijunjung tinggi, kebebasan untuk mengemukakan
pendapat, bersuara, bersekspresi, dan yang lainnya. Tapi yang terjadi sekarang
ini adalah masalah yang berkepanjangan dan begitu komplek. Reformasi masih jauh
dari harapan, demokrasi masih menjadi banyak perdebatan, masalah ekonomi masih
jadi masalah yang tak kunjung selesai.
Dinamika politik dan pemerintahan di
Indonesia telah banyak melahirkan tokoh – tokoh juga berbagai fenomena.
Indonesia telah banyak melahirkan tokoh tidak hanya tokoh politik, yang sering
kita sebut sebagai pilitikus atau politisi, tapi juga telah banyak melahirkan
tokoh nasionalis dan negarawan. Karena terdapat perbedaan definisi, makna, juga
sifat dari kata politikus atau politisi, nasionalis, juga negarawan. Terkadang
kita masih sering tertipu dengan tokoh – tokoh publik yang ada di Indonesia,
tidak banyak orang tahu tentang sifat atau ciri – ciri dari berbagai tokoh
publik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politikus adalah ahli
politik, ahli kenegaraan, orang yang berkecimpung di dunia politik, kalau
politisi sama halnya dengan politikus, hanya politisi adalah bentuk jamak dari
politikus[1],
jadi politisi bisa diartikan sebagai para politikus. Sedangkan nasionalis
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pencinta nusa dan bangsa
sendiri, orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya, pembela negara, dan
negarawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ahli dalam
kenegaraan, ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan), pemimpin politik yang
secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau
mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Disamping masalah negara yang
sedemikian komplek, dinamika pemerintahan dan perpolitikan yang banyak
melahirkan tokoh publik, rasanya masih ada pembangkit negara ini yang nantinya
juga akan menjadi para tokoh publik di negeri ini, yaitu pemuda. Pemuda
merupakan usia produktif untuk menciptakan sebuah gagasan, gerakan, dan ide
untuk kemajuan bangsa, karena usia muda adalah usia dimana seluruh kekuatan
kita baru di charge atau diisi. Sebelum menjalankan roda pemerintahan, pemuda
harus bisa berdedikasi tinggi dan menjadi bagian terdepan dimanapun dan apapun itu,
pemuda harus bisa menjadi leader dan solusioner walaupun di lingkup terkecil
sekalipun. Menurut DR. Yusuf Qardhawi[2],
ibarat matahari maka usia muda ibarat jam 12 ketika matahari bersinar paling
terang dan paling panas. Pemuda memiliki kekuatan fisik juga pemikiran yang
jauh berbeda dengan usia dibawah atau diatasnya. Hasan Al Banna[3],
seorang tokoh pergerakan mesir pernah berkata “disetiap kebangkitan, pemudalah
pilarnya, disetiap pemikiran pemudalah pengibar panji – panjinya”. Tidak hanya
di Indonesia, di dunia pun pemuda sebagai penggagas dan penggerak sebuah
perubahan, di Indonesia sejarah telah banyak membuktikan. Namun di awal abad 21
ini, nampaknya pemuda di Indonesia telah terbawa arus negatif globalisasi, kita
tahu bahwa di awal abad 21 ini banyak sekali pembicaraan tentang moralitas
pemuda Indonesia, pembicaraan atau diskusi itu sampai di semua kalangan mulai
dari kaum pemuda itu sendiri, juga kalangan akademisi, negarawan, dll. Pemuda
Indonesia tengah mengalami degradasi dan dekadensi moral, pemuda Indonesia
tengah mengalami krisis identitas dan jati diri, regenerasi pemuda Indonesia
sedang mengalami masalah yang cukup kritis. Indonesia seakan – akan seperti
tempat sampah, karena tempat produk – produk asing membuang barangnya, ini
disebabkan karena pemuda Indonesia yang terbawa arus globalisasi, pemuda hari
ini adalah pemuda yang gaya hidupnya penuh dengan budaya konsumerisme dan
hedonisme. Semua yang dilakukan hanya sebatas nafsu belaka dan mengikuti trend
tanpa mempedulikan negaranya sendiri. Inilah yang menjadi perhatian kita dalam
upaya membangun peradaban Bangsa Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Esensi
Nasionalis ?
Keadaan
pemuda Indonesia hari ini ?
Keadaan
Indonesia hari ini ?
Masih
adakah harapan pemuda untuk kemajuan Indonesia ?
ISI
Ada
perbedaan makna, sifat, juga ciri-ciri antara identitas para tokoh publik di
Negeri ini. Dinamika perpolitikan di Indonesia ini telah menjadikan para tokoh
publik itu menjadi berbeda-beda sifatnya. Politik adalah seperti yang
dirumuskan oleh Harold Laswell[4]
, yaitu who gets what, when and how. Politik adalah siapa mendapatkan
apa, kapan, dan bagaimana. Perpolitikan yang berlangsung di Indonesiapun
seperti apa yang dirumuskan oleh Harold Laswell, politik hanya menjadi
kompetisi orang-orang yang mempunyai kepentingan saja, orang – orang
berkompetisi hanya memikirkan kepentingannya masing-masing, sehinga motivasi
mereka hanya untuk mencari kemenangan dengan kepentingannya masing-masing.
Politikus atau politisi berbeda dengan negarawan juga nasionalis, menurut
Thomas jefferson[5]
politikus hanya memikirkan pemilihan yang akan datang, sedangkan negarawan
memikirkan generasi yang akan datang. Nasionalis dan negarawan memiliki sifat
dan ciri yang hampir sama, keduanya saling mempengaruhi. Jiwa nasionalis yang
artinya pencinta nusa dan bangsa, memperjuangkan kepentingan bangsanya, dan
pembela negara akan melahirkan tokoh yang ahli dalam kenegaraan, mengelola
negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan, atau yang disebut sebagai
negarawan, jadi negarawan dengan nasionalis merupakan satu kesatuan yang saling
melengkapi. Disini terdapat perbedaan antara politikus dengan nasionalis atau
negarawan, bahwa politikus berfikir untuk partai dan kelompok juga berfikir
untuk lima tahunan saja dalam pemilu, sedangkan nasionalis atau negarawan berfikir
tentang keIndonesiaan, dari sabang sampai merauke, juga berfikir untuk puluhan
tahun lagi, artinya berfikir jauh kedepan atau visioner. Bapak Wakil Presiden
Indonesia, Bapak Jusuf Kalla mengatakan bahwa negarawan berfikir jangka panjang
dan apa efeknya, kalau politikus berfikir tentang lima tahun lagi dan berfikir
tentang menang dan kalah. Kalau dilihat dari pendapat para ahli, terlihat
disini bahwa politikus merupakan orang-orang yang memikirkan kompertisi dengan
menjunjung tinggi kepentingan kelompoknya, sehingga hanya berfikir tentang
menang atau kalah karena tujuan hanya untuk berkompetisi. Berbeda dengan
nasionalis atau negarawan yang mereka berfikir lebih untuk kepentingan negara
dan berfikir ke depan, bagaimana efeknya untuk generasi penerus. Nasionalis dan
negarawan melakukan hal yang benar bukan hanya sekedar melakukan hal dengan
benar. Perhatian nasionalis dan negarawan pada arah perjalanan negeri ini,
bukan terjerumus pada kepentingan sesaat yang dapat membuat bangsa ini hanya
sebagai bahan tontonan rakyat terhadap kompetisi kepentingan.
Dulu, jauh sebelum Indonesia merdeka
tanggal 17 Agustus 1945, para pemuda telah berinisiatif melakukan sebuah
gerakan untuk kemerdekaan dan persatuan Indonesia. Tanggal 1 dan 2 Mei 1926 M
para pemuda menyelenggarakan sebuah kongres pemuda pertama, kemudian pada tanggal 28 Oktober
1928 menyelenggarakan kongres pemuda kedua yang menghasilkan sebuah keputusan
yang dinamakan Sumpah Pemuda. Disini kita bisa lihat, betapa semangatnya para pemuda
menginginkan kemerdekaan Indonesia yang bebas dari penjajahan dan penindasan. Sejarah
merekam dan mencatat deretan contoh para pemuda dalam kebangkitan bangsa dan
negara. Tapi hari ini, pemuda yang dalam bukti sejarah merupakan seorang
pembangkit, penggerak, dan pemimpin negeri, sekarang telah jauh meninggalkan
identitas dan jati dirinya, pemuda Indonesia saat ini mengalami degradasi
moral, dimana semua ini disebabkan karena terbawanya pemuda dengan arus
globalisasi yang membawa mereka kepada westernisasi atau budaya kebarat-
baratan. Kalau kita lihat berita di televisi atau di media massa, sekian banyak
pemuda pemudi Indonesia yang terlibat kasus seperti seks bebas, narkoba, tawuran,
dll. Pemuda saat ini telah kehilangan rasa optimisnya, mereka sudah masuk ke
dalam pemikiran pemikiran yang pesimis. Menurut saya, pemberitaan terhadap
pemuda Indonesia kebanyakan hanya dalam hal negatif saja, banyak prestasi-prestasi
pemuda Indonesia dalam skala Nasional maupun Internasional yang tidak diliput
oleh media, entah sengaja atau tidak itulah yang terjadi. Pemuda Indonesia yang
paling disorot adalah mahasiswa, mahasiswa masih menjadi harapan bahwa pemuda
Indonesia masih ada dan siap untuk menjadi iron stock di masa depan. Banyak
karya-karya mahasiswa yang kreatif dan inovatif, mahasiswa juga sebagai pemuda
yang paling banyak membantu berjalannya pemerintahan. Dengan peran mahasiswa
yaitu sebagai agent of change, social control, iron stock, dan moral force,
mahasiswa menjadi sebuah harapan bagi masa depan Indonesia. Tapi dari sekian
banyak prestasi mahasiswa tersebut, saya jadi teringat lagu yang dinyanyikan
oleh iksan_skuter yang menyindir mahasiswa dengan lagu yang berjudul revolusi
ala sinetron, bisa dilihat di akun instagramnya yaitu iksan_skuter.
Sejarah telah mencatat beberapa
tokoh nasionalis Indonesia, mereka termasuk golongan pemuda yang aktif dalam
organisasi pergerakan untuk kemerdekaan Indonesia, dalam buku Api Sejarah[6]
disebutkan sebagai berikut :
1. Oemar Said Tjokroaminoto (1299-1353
H/1882-1934 M) mulai aktif memimpin Sjarikat Islam ketika ia menerima amanah
dari Hadji Samanhoedi (1285-1376 H/1868-1956 M) di Surabaya pada 1330 H/1912 M
dalam usia tergolong muda, 30 tahun.
2. Hadji Agoes Salim (1301-1374 H/1884-1954
M) bangsawan Minangkabau, aktif dalam Sjarikat Islam, diawali pada usia 28.
3. Abdoel Moeis (1307-1379 H/18901959 M)
ketika aktif dalam National Congres Centraal Sjarikat Islam di Bandung pada
1916 M, tergolong usia muda, 26 tahun.
4. Ir. Soekarno, sebagai anak binaan Oemar
Said Tjokroaminoto di Surabaya, saat mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia
pada 1346 H/1927 M, di Bandung berusia pemuda 26 tahun.
5. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (1313 H/1896
M), pada usia 29 tahun menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, 11 Januari 1925 di
Belanda dan pendiri P.P.P.K.I di Yogyakarta, 17 Desember 1927, bersama Ir.
Soekarno (1319 H/1901 M), saat Dr. Soekiman Wirjosandjojo tergolong muda, 31
tahun.
6. Mohammad Hatta (1320-1400 H/1902-1980 M)
ketika ditangkap di Den Haag pada 1345 H/1927 M sebagai aktivis Perhimpunan
Indonesia, berusia 25 tahun.
7. S.M. Kartosoewirjo, (1323-1382 H/1905-1962
M) setelah keluar dari NIAS, memilih aktif dalam Partai Sjarikat Islam
Indonesia. Pada saat hadir dalam Kongres Pemoeda II, 28 Oktober 1928, ia masih
berusia 23 tahun.
Masih
banyak peran peran pemuda yang sudah berkecimpung dalam rangka memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia dulu, dan hingga sekarangpun pemuda pemuda yang masih
berusia sekitar 20-35 tahun sudah berprestasi. Lantas yang menjadi perhatian,
seberapa besar harapan pemuda untuk bisa membangkitkan kemajuan peradaban
Indonesia disamping banyaknya pemuda yang terbawa arus globalisasi.
Keadaan
Bangsa Indonesia saat ini masih hanya menjadi pelayan asing, walaupun kita
sudah merdeka, tapi kita masih terjajah secara ekonomi oleh asing. Pejabat-pejabat
negeri ini masih berjiwa inlander[7]
atau pelayan. Mereka menguasai ekonomi kita lewat apa yang dinamakan state capture corruption yakni korupsi
yang menyandera negara. State capture
corruption merupakan jenis korupsi yang super destruktif dan berskala
negara. Korupsi itu dilakukan oleh negara sendiri, karena oleh pemerintahan
yang sedang berkuasa, negara digadaikan pada kekuatan korporasi asing. Korupsi
yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang berkuasa dan setia pada kepentingan
berbagai korporasi asing. Banyak deretan contoh yang terjadi, semasa presiden
Habibie adalah Bab Umum dari penjelasan UU 10/1998 menyebutkan : “Upaya
liberalisasi di bidang perbankan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat sekaligus
meningkatkan kinerja perbankan nasional. Oleh karena itu, perlu diberikan
kesempatan yang lebih besar kepada pihak asing untuk berperan serta dalam
memiliki bank nasional sehingga tetap terjadi kemitraan dengan pihak nasional”.
Dengan aturan ini, pihak asing bisa memiliki hingga 99% saham bank di
Indonesia. Ini jauh lebih tinggi dari komitmen Indonesia di WTO yang pada
awalnya 49% lalu dinaikkan menjadi 51%. Indonesia bahkan lebih liberal dari
Amerika Serikat, Australia, Kanada, Singapura, dll. Sebagai dampak dari undang
undang liberal ini, saat ini 6 dari 10 bank terbesar di Indonesia sudah
dimiliki pihak asing dengan kepemilikan mayoritas. Zaman Megawati munculnya UU
No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, undang undang ini adalah UU pertama di
Indonesia yang memberikan landasan hukum eksplisit terhadap pelaksanaan
privatisasi. Namun sayangnya, privatisasi dengan konsep yang pro konsensus
Washington atau pro asing daripada yang ditujukan bagi kedaulatan dan
kemakmuran rakyat banyak. Berikut ini beberapa contohnya. Pertama, Bab umum
dari penjelasan UU BUMN tersebut, dalam bab umum butir II alinea pertama
tercantum kalimat “BUMN juga merupakan salah satu sumber negara yang signifikan
dalam membentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi”. Hal ini
merupakan perwujudan dari pilar konsensus washington yaitu stabilisasi ekonomi
makro, khususnya stabilisasi anggaran yang dilakukan dengan menjual BUMN untuk
menutup defisit. Jadi privatisasi untuk menutup defisit. Program seperti ini
adalah mirip petani yang menjual sawahnya karena terlilit hutang. Kedua, dalam
bab umum butir III dan IV diuraikan mengenai kegagalan BUMN memenuhi tujuannya,
bagaimana lingkungan global berubah dengan adanya globalisasi, privatisasi
sebagai solusi, dan privatisasi tidak berarti hilangnya kedaulatan negara.
Ketiga, pasal 76 menyebutkan persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang
kurangnya memenuhi kriteria: (a) industri/sektor usahanya kompetitif, atau (b)
industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. Yang dimaksud
dengan industri/sektor usaha kompetitif adalah yang pada dasarnya dapat
diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kriteria ini, boleh
dikatakan sebagian besar BUMN sudah masuk kriteria “dapat diprivatisasi”, tanpa
batasan minimal tentang berapa persen saham pemerintah yang harus tetap
dipertahankan, dimana setelah itu tidak boleh lagi ada penjualan saham
pemerintah. Keempat, pasal 79 hingga 83 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada komite privatisasi yang terdiri dari Menko Perekonomian sebagai ketua,
dengan anggota Menteri BUMN, Menkeu, dan Menteri Teknis yang terkait. Keputusan
komite privatisasi cukup “dikonsultasikan kepada DPR” bukan memerlukan
“persetujuan DPR”. Zaman Yudhoyono, kalau kita baca teliti Peraturan Presiden
No 77/2007 itu kita akan tidak akan percaya dengan apa yang kita baca. Dalam
bagian c. Kepemilikan modal, Indonesia dijual habis-habisan. Pihak asing
diperbolehkan memiliki 95% kepemilikan modal di sektor Energi dan Sumber Daya
Mineral dan pembangkit tenaga listrik, 95% jasa pengeboran minyak dan gas bumi
di lepas pantai Indonesia Bagian timur, 95% transmisi tenaga listrik, 95%
distribusi tenaga listrik, 95% pembangkit tenaga nuklir, 95% pengeboran minyak
dan gas bumi di Darat, 95% pengembangan tenaga peralatan penyediaan listrik.
Kepemilikan asing boleh sampai 95% untuk penguasahaan jalan tol dan 95%
pengusahaan air minum. Di bidang pertanian, asalkan luas lahan melebihi 25Ha,
kepemilikan asing boleg sampai 95% di bidang budi daya padi, 95% budi daya
jagung, 95% budi daya ubi kayu, 95% pembenihan/pembibitan palawijaya, 95% usaha
industri perbenihan, 95% usaha perkebunan dan/atau industri pengolahan kelapa
sawit. Tidak kalah mengerikan adalah diperbolehkannya kepemilikan asing sampai
49% di bidang-bidang usaha Pendidikan Dasar dan Menengah, 49% Pendidikan
Tinggi, dan 49% Pendidikan Non-formal.
KESIMPULAN
Melihat
dari keadaan pemuda dan Indonesia saat ini, yang sudah dijelaskan diatas,
yakinlah masih ada harapan besar untuk Indonesia bangkit dari keterpurukan.
Bangsa Eropa butuh 300 tahun untuk bisa menjadi negara adikuasa seperti
sekarang ini, sedangkan umur Indonesia baru 71 tahun, jadi kurang tepat untuk
membandingkan Indonesia dengan Bangsa Eropa. Tapi kita harus akui bahwa bila
dibandingkan dengan negara Asia seperti Singapura, memang kita masih
dibawahnya. Sekarang tinggal kita sebagai pemuda yang harus ambil bagian untuk
kebangkitan Indonesia. Perjalanan Bangsa Indonesia masih panjang, para pemuda
harus siap dan rela berkorban untuk kemajuan Indonesia, dedikasikan ide,
gagasan, fikiran, waktu, tenaga, biaya, dan apapun, jadilah pahlawan
kebangkitan Indonesia. Menjadi pahlawan bagi kebangkitan Indonesia butuh waktu
panjang, dan dalam waktu yang panjang itu terdapat banyak tantangan-tantangan
yang harus dihadapi, oleh karena itu menjadi pahlawan hanyalah bagi orang-orang
yang berani. Menjadi pahlawan akan banyak berbuat untuk kepentingan banyak
orang, seperti yang dikatakan Sayyid Quthub[8],
“orang yang hidup bagi dirinya sendiri akan hidup sebagai orang kerdil dan mati
sebagai orang kerdil, tetapi orang yang hidup bagi orang lain akan hidup
sebagai orang besar dan mati sebagai orang besar”. Pemuda harus punya mental
yang mandiri dan berdikari, hilangkan mental inlander atau pelayan bangsa
asing, kita berpijak di negeri kita dan kita adalah tuan rumah. Pemuda jangan
hanya menjadi politikus, tapi harus bisa menjadi nasionalis sejati yang
memperjuangkan kepentingan bangsanya, berfikir jauh kedepan untuk generasi
penerus. Seperti perkataan Anis Baswedan, pilihlah jalan mendaki, karena itu
akan menghantarkan kita ke puncak-puncak baru. Juga perkataan Buya Hamka, kalau
hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup, kalau kerja sekedar kerja, kera
juga kerja. Jadilah pemuda yang produktif untuk kemajuan Bangsa Indonesia.
JAYALAH INDONESIAKU !
DAFTAR PUSTAKA
MATTA, A. (2004). MENCARI PAHLAWAN
INDONESIA. UTAN KAYU: THE TARBAWI CENTER.
RAIS, M. A.
(2008). AGENDA-MENDESAK BANGSA SELAMATKAN INDONESIA! YOGYAKARTA: PPSK
Press.
SURYANEGARA, A.
M. (2012). API SEJARAH. BANDUNG: PT GRAFINDO MEDIA PRATAMA.
[1] http://www.kompasiana.com/nararya1979/simpang-siur-makna-politikus-dan-politisi_54f691d3a33311a17c8b5098
[2] Syaikh Yusuf
Qardhawi dikenal sebagai salah satu ulama islam di dunia saat ini. Dr. Yusuf
al-Qaradhawi lahir di Desa Shafat at-Turab, Mahallah al-Kubra, Gharbiah, Mesir,
pada 9 September 1926. Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin
Yusuf. Sedangkan al-Qaradhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama
daerah tempat mereka berasal, yakni al-Qardhah. Ketika usianya belum genap 10 tahun,
ia telah mampu menghafal Al-Qur'an al-Karim. Seusai menamatkan pendidikan di
Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, ia meneruskan pendidikan ke Fakultas
Ushuluddin Universitas al-Azhar, Kairo.
[3] Beliau dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun
1906 M. Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqh dan hadits.
Sejak masa kecilnya, Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan
otaknya. Pada usia 12 tahun, atas anugerah Allah, Hasan kecil telah menghafal
separuh isi Al-Qur'an. Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi
hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat.
Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah.
[4] Harold Dwight Lasswell (lahir 13
Februari 1902 – meninggal
18
Desember 1978
pada umur 76 tahun)adalah seorang ilmuwan politik terkemuka Amerika
Serikat dan seorang pencetus teori
komunikasi. Dia juga adalah seorang profesor di Chicago School of
Sociology, Yale University, Selain itu dia juga adalah
Presiden Asosiasi Ilmu
Politik Amerika (APSA) dan Akademi Seni dan
Sains Dunia (WAAS). Lasswell termasuk sebagai inovator kreatif dalam
ilmu-ilmu sosial pada abad kedua puluh.
[5] Thomas Jefferson lahir di Shadwell, Virginia, 13 April 1743 – meninggal
di Charlottesville, Virginia, 4 Juli 1826 pada umur 83
tahun adalah Presiden Amerika Serikat yang ketiga
dengan masa jabatan dari tahun 1801 hingga 1809 Ia juga seorang Pencetus Deklarasi Kemerdekaan
(1776) dan bapak pendiri Amerika
Serikat.
[6] Baca halaman 531
[7] inlander adalah pribumi atau anak bangsa, dalam masa penjajahan
inlander digunakan secara sinis-sarkastik buat anak anak bangsa yang penaku,
merasa inferior di depan penjajah belanda, selalu jadi pecundang serba nrimo,
bodoh, potongan dan jahitannya memang memang pantas dijajah dan dihina.
[8] Sayyid Qutb (lahir di Mūshā, 9 Oktober 1906 – meninggal
di Mesir, 29
Agustus 1966
pada umur 59 tahun adalah seorang penulis, pendidik, teoris Islam, penyair Mesir dan anggota
utama Ikhwanul Muslimin Mesir pada era 1950s dan '60s.
Pada tahun 1966 dia dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan dieksekusi dengan cara
digantung.
Comments
Post a Comment