Resume Buku Anak Pendeta yang Menginspirasi Jutaan Orang Menemukan Islam Hebatnya Inspirasi dan Motivasi Malcolm X
Malcolm little, nama
kecil Malcolm X dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Earl Little dan
ibunya Louise Little pada tanggal 19 mei 1925, ia merupakan anak keempat dari
delapan bersaudara. Malcolm X dilahirkan pada saat kekerasan dan penindasan
terhadap orang kulit hitam di Amerika oleh kaum rasisme. Tahun 1920 kekerasan
dan intimidasi dari orang kulit putih sangat ditakuti oleh orang kulit hitam,
kelompok Ku Klux Klan sebagai kelompok rasisme percaya keunggulan kulit putih
dibandingkan kulit hitam. Ayah Malcolm X adalah seorang pendeta juga seorang
anggota Universal Negro Improvement Association atau UNIA, sebuah organisasi
yang didirikan oleh Marcus Garvey untuk mengajak orang-orang kulit hitam
mengukuhkan kembali kepercayaan mereka terhadap asal usul nene moyangnya. Beberapa
hari sebelum Malcolm X dilahirkan kelompok Ku Klux Klan mendatangi rumah
Malcolm X untuk mencari ayahnya, karena ia adalah seorang pembela ras kulit
hitam yang militan.
Buku
ini menceritakan tentang kehidupan Malcolm X yang berpindah-pindah tempat
karena banyaknya intimidasi dari orang kulit putih. Malcolm putus sekolah
semenjak dia SMP dan bekerja dari satu tempat ke tempat lain. Keluarga Malcolm
X pertama tinggal di Milwaukee, Wisconsin. Tak bertahan lama kemudian pindah ke
Lansing, Michigan. Disana mereka juga dimusuhi oleh kaki tangan Ku Klux Klan,
yaitu Black Legiun. Organisasi ini adalah organisasi bawahan dari Ku Klux Klan
yang mengintimidasi orang kulit hitam, padahal Black Legiun merupakan ras kulit
hitam juga. Di Michigan Earl Little, ayah Malcolm X meninggal tanpa diketahui
penyebabnya, tapi Louise Little meyakini bahwa suaminya telah dibunuh oleh
orang-orang dari Black Legiun. Setelah kematian ayahnya, keluarga Malcolm X
sering berpindah-pindah tempat dan hidupnya semakin kalang kabut. Sampai pada
di usia 17 tahun Malcolm menjadi pengedar ganja dengan seseorang yang bernama
Sammy yang merupakan seorang mucikari. Dari sana kehidupan Malcolm X semakin
suram karena banyak melakukan tindak kriminal, ia juga banyak melakukan
perampokan. Sampai pada akhirnya ia menjadi buronan polisi dan tertangkap kemudian
di penjara.
Ia mendapat
hidayah di penjara, seorang saudaranya yang bernama Philbert mengajak Malcolm X
untuk mempelajari islam. Darisana Malcolm X selalu membaca buku tentang islam,
dia selalu mempelajari tentang agama islam. Malcolm X adalah orang dengan rasa
ingin tahu yang besar, dia selalu mecari apa yang membuat dirinya menjadi
penasaran. Tahun 1952 Malcolm X mendapatkan pembebasan bersyarat, pihak yang
mengurusnya adalah kakak tertuanya yaitu Wilfred, yang mengelola took furniture
di Detroit. Toko itu milik seorang yahudi, Wilfred dan pemilik took sudah
melakukan perjanjian akan bersedia memberikan Malcolm X pekerjaan. Setelah
keluar dari penjara Malcolm X menjadi pengikut Elijah Muhammad, seorang yang
berkulit hitam dan banyak menyebarkan agama islam di Amerika. Malcolm X
bergabung dengan Nation of Islam, organisasi yang didirikan oleh Elijah
Muhammad untuk berdakwah menyebarkan agama islam di Amerika. Elijah Muhammad
mengetahui bahwa ketika Malcolm X sedang berada di penjara, ia sering menulis
surat untuk Elijah Muhammad, hingga akhirnya Malcolm X bertemu dengan Elijah
Muhammad dan ketika itu nama X di belakang nama Malcolm diberikan oleh Elijah
Muhammad. Jadi nama Malcolm Little diubah menjadi Malcolm X ketika ia bertemu
dengan Elijah Muhammad. X sendiri berarti menandakan bahwa ia benar-benar
berasal dari Afrika. Malcolm X berjuang menyebarkan agama Islam dibawah Nation
of Islam. Ia diangkat menjadi orang kepercayaan Elijah Muhammad untuk
menyebarkan Islam di Amerika dan mendirikan masjid-masjid di Amerika. Terbukti ketika
Malcolm X menyebarkan agama Islam banyak yang ikut dan masjid di Amerika lebih
banyak dibangun, pada saat itu sebutan masjid adalah temple. Malcolm X juga
sering dipercaya oleh Elijah Muhammad untuk memberikan khotbah disaat Elijah
Muhammad berhalangan hadir untuk memberikan Khotbah, Malcolm X menjadi
pengganti Elijah Muhammad daam berkhotbah. Kepercayaan sepenuhnya diberikan
kepada Malcolm X untuk menyebarkan agama Islam di Amerika khususnya kepada
orang kulit hitam. Pada saat Malcolm X menjadi orang kepercayaan Elijah
Muhammad dan semakin dikenal oleh banyak orang karena sering menyampaikan
khotbah, banyak sekali orang yang iri terhadapnya, terutama orang-orang dari
Nation of Islam itu sendiri. Akhirnya pada tahun 1964 Malcolm memutuskan untuk
keluar dari nation of Islam, karena banyak sekali orang dari Nation of Islam
sendiri yang iri kepadanya, sampai percobaan pembunuhan terhadap Malcolm X
pernah terjadi.
Malcolm
X kemudian menunaikan ibadah haji. Dalam menunaikan ibadah haji Malcolm X
merasakan suatu perbedaan yang sangat menakjubkan, bahkan ia merasa bahwa
perjalanan menunaikan ibadah haji adalah perjalanan yang mengubah pribadinya. Disana
ia tidak menemukan adanya penindasan dan intimidasi, ia melihat bahwa orang
kulit hitam, kulit putih, berbadan pendek atau tinggi disana semua sama. Sampai
Malcolm X menulis sebuah surat dan kemudian disebarkan kepada pers, dalam
suratnya Malcolm X menyatakan: “Belum
pernah saya menyaksikan keramahan tulus dan semangat luar biasa dari
persaudaraan sejati, seperti yang ditunjukkan oleh semua orang dari semua ras
disini, di tanah suci rumah Ibrahim, Muhammad, dan semua nabi dari kitab suci. Selama
seminggu terakhir saya benar-benar dibuat terdiam dan terpesona oleh keluwesan
orang-orang di sekeliling saya, oleh semua orang ras dan warna kulit. Saya telah
diberkati untuk mengunjungi Kota Suci Mekkah. Saya telah melakukan tawaf tujuh
kali mengelilingi Ka’bah dengan dipimpin oleh seorang mutawaf muda bernama
Muhammad. Saya minum dari sumur zam-zam. Saya berlari tujuh kali monad-mandir
antara bukit Al-Safa dan Al-Marwah. Saya sudah berdoa di Kota Mina, dan saya
sudah berdoa di Gunung Arafat. Ada sepuluh ribu peziarah dari seluruh penjuru
dunia, mereka dari semua warna, dari yang bermata biru dan berambut pirang
hingga ke Afrika yang berkulit hitam. Tetapi, kita semua berartisipasi dalam
ritual yang sama, mempertunjukkan suatu semangat persaudaraan dan kesatuan,
yang selama pengalaman di Amerika membuat saya percaya tidak akan pernah bisa
terwujud antara kulit putih dan bukan putih. Amerika perlu memahami Islam. Sebab,
ini adalah satu agama yang menghapus masalah ras dari masyarakatnya. Sepanjang seluruh
perjalanan saya di dunia muslim, saya sudah berjumpa, berbicara, dan makan
dengan orang-orang yang di Amerika disebut warga kulit putih, tetapi sikap
kulit putih telah dipindahkan dari pikiran mereka oleh agama Islam. Saya belum
pernah melihat sebelumnya persaudaraan tulus hati dan benar yang dipraktekan
oleh semua warna bersama-sama, dengan tidak mengindahkan warna mereka. Anda mungkin
terkejut kata-kata ini berasal dari saya,. Tetapi, di ziarah ini, semua yang
saya lihat dan alami, telah memaksa saya untuk menyusun kembali pemikiran
sebelumnya yang saya pegang dan mengesampingkan sebagian kesimpulan sebelumnya.
Ini tidak terlalu sulit untuk saya. Di samping hukuman organisasi, saya adalah
seorang laki-laki yang mencoba untuk menghadapi fakta dan menerima kenyataan
hidup ketika pengalaman dan pengetahuan baru telah dibentangkan. Saya selalu
berpikiran terbuka, fleksibil, dan yang harus berjalan seiring dengan berbagai
bentuk kecerdasan untuk mencari kebenaran. Selama sebelas hari terakhir disini,
di dunia muslim, saya sudah makan dari piring yang sama, minum dari gelas yang
sama, dan tidur dengan permadani yang sama – selagi berdoa untuk Tuhan yang
sama – dengan muslim yang memiliki mata paling biru dari yang biru, berambut
paling pirang dari yang pirang, dan berkulit paling putih dari yang putih. Dan,
dari kata-kata, tindakan, serta perbuatan dari muslim kulit putih, saya
merasakan ketulusan yang sama dengan yang saya rasakan dari muslim yang berasal
dari Afrika, Nigeria, Ghana, dan Sudan. Kita sungguh-sungguh saudara yang sama,
sebab kepercayaan mereka kepada satu Tuhan telah menghapus orang kulit putih
dari pikiran mereka, perilaku, dan sikap mereka. Saya bisa lihat dari ini, yang
barangkali jika orang putih Amerika bisa menerima keEsaan Tuhan, maka mungkin
juga bisa menerima kenyataan tentang kesatuan manusia dan berhenti mengukur,
menghalangi, dan merugikan orang lain hanya karena perbedaan warna. Rasisme yang
mewabah di Amerika seperti kanker yang tidak bisa disembuhkan, yang disebut
hati kulit putih Kristen Amerika, harus mau menerima suatu solusi yang telah
terbukti terhadap masalah yang merusak seperti itu. Barangkali, ini adalah
waktu yang tepat untuk menyelamatkan Amerika dari bencana yang terjadi, seperti
yang dibawa rasisme Jerman yang menghancurkan Jerman sendiri. Tiap-tiap jam
disini, di Tanah Suci ini, memungkinkan saya untuk mempunyai wawasan spiritual
secara mendalam dan lebih besar tentang apa yang sedang terjadi di Amerika
antara kulit hitam dan putih. Negro Amerika tidak bisa disalahkan kebencian
rasialnya. Ia hanya bereaksi terhadap empat ratus tahun dari rasisme yang
dilakukan secara sadar oleh orang kulit putih Amerika. Akan tetapi, ketika
rasisme membawa Amerika pada kehancuran, saya percaya, dari pengalaman yang
saya punyai dengan mereka, bahwa orang kulit putih dari generasi yang lebih
muda di universitas dan perguruan tinggi akan melihat peringatan ini dan banyak
diantara mereka akan berbalik ke jalan spiritual yang benar, satu-satunya cara
yang perlu ditinggalkan ke Amerika untuk menghindari kehancuran yang disebabkan
rasisme. Tidak pernah saya merasa sangat dihormati. Tidak pernah saya merasa lebih
rendah dan tidak layak. Siapa yang akan percaya doa-doa telah dipanjatkan Negro
Amerika? Beberapa malam yang lalu, laki-laki yang di Amerika adalah seorang
kulit putih, seorang diplomat Perserikatan Bangsa-Bangsa, seorang duta besar,
seorang rekan dari para raja, memberi aku kamar hotelnya, tempat tidurnya. Melalui
laki-laki ini, Yang Mulia Pangeran Faisal, yang memerintah Tanah Suci ini, dibuat
menyadari kehadiran saya disini, di Jeddah. Keesokan harinya, anak Pangeran
Faisal secara pribadi memberi tahu saya bahwa ayahnya kehendak membuat
keputusan menjadikan saya sebagai tamu Negara. Para kepala deputi protokolnya
sendiri membawa saya sebelum pengadilan haji. His Holiness Syekh Muhammad
Harkom sendiri menyetujui kunjungan saya ke Mekkah. Beliau memberi saya dua
buah buku tentang Islam dengan tanda tangan peribadinya dan berkata bahwa saya
akan menjadi penghotbah Islam di Amerika yang sukses. Sebuah mobil, seorang
supir, dan pemandu telah disediakan untuk keberangkatan saya, sehingga memungkinkan
saya melakukan perjalanan ke Tanah Suci. Pemerintah menyediakan tempat tinggal
ber-AC dan pelayan di setiap kota yang saya singgahi. Saya tidak pernah
berfikir atau bermimpi menerima kehormatan seperti, kehormatan yang di Amerika
akan dianugerahkan kepada raja, bukan kepada Negro. Segala puji bagi Allah,
Tuhan bagi semua alam”.
Dari
sebuah perjalanan menunaikan ibadah haji, pemikiran Malcolm X terbuka tentang
kemanusiaan. Bahwa sebenarnya tidak semua orang kulit putih jahat dan kejam
kepada orang kulit hitam, semua tergantung kepada pribadi masing-masing orang. Malcolm
X banyak menghabiskan waktu untuk berkunjung ke Negara-Negara Timur Tengah
selepas haji. Setelah itu, Malcolm X kembali ke Amerika dan mendirikan sebuah
organisasi yang bernama Organization Afro-Amerika Unity. Organisasi ini lebih
begerak kepada kemanusiaan, ia bergerak untuk menyelamatkan intimidasi orang
Negro dari orang kulit putih. Ia bergerak untuk dalam bidang pendidika, agama,
ekonomi, dan yang lainnya untuk kemajuan orang kulit hitam. Malcolm X adalah
seorang pejuang kemanusiaan di Amerika yang pada saat itu rasisme sedang
mewabah di Amerika. Malcolm X meninggal pada tanggal 21 Februari 1965 karena
ditembak oleh orang tidak dikenal pada saat ia sedang menghadiri pertemuan di
Ballroom Audubon. Ya, itulah Malcolm X yang berjuang hingga titik darah
penghabisan. “Saya tahu masyarakat
seringkali membunuh orang-orang yang berusaha mengubah mereka menjadi lebih
baik. Jika saya mati denga membawa cahaya bagi mereka, dengan membawa kebenaran
hakiki yang akan menghancurkan kanker rasisme yang menggerogoti Amerika Serikat
(AS), semua itu terserah kepada Allah SWT. Sementara itu, kesalahan dan
kekhilafan dalam upaya saya itu semata-mata adalah dari saya sendiri”.
Comments
Post a Comment