Kali ini saya ingin menulis tentang Rohingya.
Sebagian besar tulisan ini merupakan pembahasan dalam diskusi Rohingya yang
diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret.
Etnis Rohingya sudah ada sejak daerah India termasuk
Pakistan, Bangladesh, juga Myanmar menjadi jajahan inggris, dimana etnis
Rohingya ini mayoritasnya adalah muslim, sampai akhirnya pada tahun 1947 India
merdeka. Kemudian pada tahun itu juga umat muslim India memisahkan diri dari
India dan membuat Negara Pakistan karena merasa hak-haknya tidak terpenuhi.
Dilanjut dengan berkembangnya Bangladesh yang memisahkan diri dari Pakistan
pada tahun 1971 karena merasa orang-orang yang duduk di pemerintahan adalah
orang-orang yang berada di bagian Barat. Karena memang Negara Pakistan ini
terbagi menjadi dua daerah yang dipisahkan oleh daerah Utara India. Akhirnya
Bangladesh mendirikan negara sendiri di bagian Timur dekat dengan Myanmar.
Kemudian Myanmar sendiri merdeka pada tahun 1948 dan pada saat itu etnis
Rohingya masih bisa hidup bersama di daerah bagian Rakhine di Myanmar. Ada yang
mengatakan bahwa memang sudah ada konflik pada saat itu akan tetapi belum
separah belakangan ini.
Permasalahan yang terjadi sekarang ini dimulai
ketika kepemimpinan Myanmar digantikan oleh rezim junta militer pada tahun
1962. Myanmar mulai dikuasai oleh rezim yang banyak ditempati oleh kalangan
militer. Kemudian pada tahun 1982, rezim junta militer ini mensahkan UU tentang
kewarganegaraan yang menjelaskan bahwa etnis Rohingya tidak termasuk kedalam
warga negara Myanmar. Myanmar menetapkan etnis Rohingya bukan merupakan salah
satu bagian dari 135 etnis yang diakui sebagai etnis asli Myanmar. Memang
semenjak UU tahun 1982 tentang kewarganegaraan ini Myanmar berubah menjadi
negara etnisitas, yang melihat warga negaranya dari segi etnis. Dari UU tahun
1982 inilah dimulai konflik yang cukup berat dan parah yang menimpa masyarakat
etnis Rohingya, karena posisi mereka semenjak saat ini adalah stateless (tidak mempunyai
kewarganegaraan) artinya tidak diakui oleh negara manapun. Hal ini menyebabkan
pengusiran etnis Rohingya dari daerah Rakhine Myanmar, kemudian munculah apa
yang disebut manusia perahu yang merupakan golongan terbuang yang melarikan
diri mencari daerah lain untuk mengungsi. Dalam permasalahan Rohingya ini, ada
banyak juga media yang memberitakan dengan perbedaan versi. Masalah baru
terkait Rohingya belakangan ini merupakan pembalasan dari perlakuan etnis
Rohingya yang menyerang 30 pos polisi perbatasan yang ada di Myanmar. Tetapi
sebenarnya, sebelum penyerangan 30 pos polisi perbatasan ini ada sebuah
provokasi dan ancaman kepada etnis Rohingya. Pada akhirnya terjadilah
pembakaran rumah-rumah milik etnis Rohingya di beberapa titik tempat
pemukiman
masyarakat Rohingya.
Rezim junta
militer bertahan lama dalam kepemimpinan di Myanmar sampai pada akirnya
beberapa tahun belakangan ini dalam awal abad 21 runtuh dan digantikan dengan
kepemimpinan dari golongan sipil. Htin Kyaw yang merupakan presiden Myanmar dan
Aung San Suu Kyi menjadi penasehat atau state
counsellor Myanmar. Akan tetapi para pejabatnya yang bertugas dalam
kepemimpinan sipil ini memang masih banyak dari kalangan militer, akhirnya
memang sulit untuk bisa segera menyelesaikan masalah Rohingya ini. Aung San Suu
Kyi pernah mendapatkan nobel perdamaian tahun 1991 atas perjuangannya memajukan
demokrasi di negaranya. Memang kepemimpinan Myanmar sekarang merupakan
orang-orang yang berjuang untuk mengganti rezim militer di Myanmar.
Masalah Rohingya merupakan masalah yang komplek, ini
juga masalah kemanusiaan. Siapa saja yang menganggap dirinya berhaluan humanism,
sudah seharusnya memperhatikan masalah ini. Ini bukan hanya soal etnis, dari
beberapa sumber ini juga bagian dari masalah ekonomi tentang perebutan
pemilikan tanah, juga berkaitan dengan politik, juga berkaitan dengan agama. Sudah
seharusnya respon kita terhadap masalah Rohingya ini mendalam. Lalu apa yang
dijelaskan oleh pemateri diskusi bahwa memang secara konstitusi Indonesia
mempunyai hak untuk menyelesaikan masalah Rohingya ini, karena rezim militer
Myanmar pada waktu itu bisa diakui oleh dunia karena bantuan dari rezim orde
baru Soeharto. Myanmar bisa ikut menjadi bagian dari ASEAN juga merupakan
campur tangan dari Indonesia. Menurut apa yang saya cari memang Indonesia melalui
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga sudah mengunjungi Aung san Suu Kyi untuk
merundingkan tentang masalah Rohingya ini.
Semoga permasalahan Rohingya di Myanmar bisa segera
menemukan solusi.
Comments
Post a Comment