SEKILAS TENTANG HAJI MISBACH


.A. Biografi Haji Misbach

            Haji Misbach lahir pada tahun 1876 di Kauman, Surakarta, ia berasal dari keluarga pedagang batik yang sukses. Semasa kecilnya ia bernama Achmad, setelah menikah berganti nama menjadi Darmodiprono. Sesudah menunaikan ibadah haji ke Mekkah ia berganti nama lagi menjadi Haji Mohammad Misbach. Semasa kanak-kanak, Misbach hidup dan besar dalam lingkungan keagamaan Kraton dan sekolah di Pesantren Mamba’ul Ulum Surakarta[1]. Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum sendiri merupakan salah satu sekolah agama modern pertama di Jawa yang didirikan oleh Patih R. Adipati Sosrodiningrat pada tahun 1906.

            Setelah dewasa, Misbach termasuk seorang pedagang batik yang sukses, ia mendirikan toko dan Hotel Islam di Surakarta, akan tetapi wataknya yang revolusioner lebih mengarahkan dirinya pada arena pergerakan bukan dunia perniagaan. Di tahun 1912 Haji Misbach sudah bergabung dengan SI ketika Haji Samanhudi mulai merintis perhimpunan tersebut di Surakarta. Kemudian ketika SI mulai menerbitkan Surat Kabar Sarotomo, Haji Misbach membantu Haji Samanhudi mencetak surat kabarnya ke Firma H. Bunning di Yogyakarta. Dari Surat Kabar Sarotomo inilah Misbach mulai bertemu dengan Marco Kartodikromo yang seorang Jurnalis Revolusiner yang kemudian mendirikan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) dimana Haji Misbach ikut didalamnya[2].

            Kalau dibandingkan dengan Tjipto sebagai tokoh pergerakan terpelajar berpendidikan barat, dia terkenal sebagai tokoh pergerakan yang suka membaca, berbicara, dan menulis dalam bahasa Belanda dan punya temen-temen orang Belanda, Haji Misbach merupakan tokoh pergerakan yang terkenal dengan tulisannya yang lebih bersifat tabligh, ia memposisikan dirinya seperti seorang mubaligh dalam tulisan-tulisannya. Hal tersebut karena Haji Misbach sendiri merupakan tokoh yang berpendidikan pesantren, pada awalnya tidak kenal di kalangan pergerakan, tidak dapat berbahasa Belanda tetapi mampu berbahasa Arab dan tidak punya teman Belanda[3]. Karenanya, dengan latar belakang pendidikannya pesantren, ia selalu memasukkan ayat Al-Qur’an dalam tulisan-tulisannya.

            Dengan bergabungnya Haji Misbach dalam dunia pergerakan melalui IJB bersama Marco pada tahun 1914, selanjutnya Haji Misbach ingin mendirikan surat kabar Islam, sekolahan Islam dan kelompok kajian agama Islam di Surakarta. Dari pengalamannya di IJB, Haji Misbach selanjutnya berhasil mendirikan Surat Kabar Medan Moeslimin pada 15 Januari 1915 dan Surat Kabar Islam Bergerak pada 1 Januari 1917. Melalui dua surat kabar ini, Haji Misbach menciptakan karya-karya dengan tulisannya. Dalam dunia pergerakan, Haji Misbach dikenal sebagai seorang propaganda dalam aksi-aksi radikal yang dilakukan SI bersama dengan Insunlinde pada waktu itu. Pergerakan aksi-aksi itu bersama dengan para petani dan buruh melakukan pemogokan-pemogokan dan Haji Misbach lah yang menjadi propaganda serta otak dalam pemogokan-pemogokan yang terjadi terhadap industri-industri.

            Dalam perjalanan hidupnya sebagai tokoh pergerakan, Haji Misbach lebih banyak fokus dalam bidang persurat kabaran. Ia rajin menulis tentang penentanganya terhadap kapitalisme penjajah kolonial Belanda. Dengan tulisannya yang mirip dengan mubaligh dan cocok dibacakan dengan keras dan lantang, tulisannya juga sebagai alat propagandanya dalam menggerakkan petani dan buruh terutama yang berada di Surakarta. Pada tahun 1918 sejak pertama kali Insulinde muncul sebagai sebuah perkumpulan kecil, tahun-tahun selanjutnya Insulinde sebagai perkumpulan yang berkembang menjadi semakin besar yang mampu membuat kolonial Belanda merasa terancam karena gerakan-gerakan pemogokan.

            Haji Misbach mendirikan SATV atau Sidiq Amanah Tabligh Fathonah bersama Haji Fachrodin dari Muhammadiyah yang merupakan suatu perkumpulan mubaligh reformis. Kemudian pada tanggal 15 Februari 1919 pada pertemuan pimpinan Central Sarekat Islam di Surabaya yang menghasilkan keputusan untuk pengaktifan kembali SI Surakarta, dipilihlah Marco Kartodikromo sebagai ketua dan Misbach sebagai wakil ketua. Setelah itu pada tahun 1920, Haji Misbach mengundurkan diri dari jabatan ketua SATV karena fokus sebagai propagandis SI dan Insulinde[4]. Di masa Haji Misbach sebagai propagandis SI dan Insulinde, ia banyak berurusan dengan polisi bahkan merasakan penangkapan-penangkapan oleh polisi karena gerakan-gerakan yang dilakukan di Surakarta merupakan gerakan radikal bersama para buruh dan tani dalam bentuk pemogokan.

            Ketika teradi perpecahan dalam tubuh SI karena mulai munculnya paham komunis, dan masa perpecahan SI itu Haji Misbach bersikap netral. Namun, ternyata SI merah lebih revolusioner ketimbang SI putih yang dipimpin oleh Tjokroaminoto yang lebih moderat dan dekat dengan pemmerintah kolonial Belanda. Akhirnya dengan semangat anti kapitalismenya, Haji Misbach memilih untuk bergabung dengan SI merah atau PKI sebagai propagandis, sama seperti ketika ia aktif di Sarekat Islam sebelum terpecah. Saat Haji Misbach aktif dalam SI merah atau PKI, ia mencoba menerangkan pemahamannya tentang komunisme dan Islam dalam surat kabarnya Medan Moeslimin. Pada tahun 1924 Haji Misbach ditangkap dan dibuang ke Manokwari karena membahayakan keberadaan pemerintah kolonial Belanda, sampai pada akhir hayatnya ia terserang penyakit malaria dan akhirnya meninggal dunia pada 24 mei 1926. Dikubur oleh sekelompok kecil SR (Sarekat Ra’jat) Manokwari di kuburan Penindi berdampingan denga makam istrinya[5].
           
B. Pemikiran Haji Misbach dan Karyanya

            Haji Misbach merupakan tokoh pergerakan yang berasal dari golongan agama, karena latar belakang pendidikannya adalah pesantren di Surakarta. Pemikiran keislamannya tertuang dalam tulisan-tulisannya dalam surat kabarnya yaitu Medan Moeslimin dan Islam Bergerak. Haji Misbach lebih seperti seorang mubaligh, karena Misbach menulis seperti sedang berbicara dalam pertemuan tabligh dan kekuatan tulisannya hanya bisa dipahami jika dibaca keras-keras serta didengarkan. Argumennya dalam tulisan-tulisannya bergerak masuk ke kutipan ayat Al-Qur’an kemudian keluar lagi dari ayat itu, persis seperti membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan arti ayat Al-Qur’an dalam sebuah pertemuan tabligh[6]. Sehingga ketika kita melihat karya tulisannya, ia selalu memasukkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan pembahasan yang sedang dibahas dalam tulisannya.

            Lebih jelasnya pemikiran Haji Misbach dalam keadaan Hindia Belanda di awal abad 20 waktu itu, dengan gamblang ia menyuarakan tentang penentangannya terhadap kapitalisme. Kapitalisme itu di bawa oleh para penjajah kolonial Belanda di Indonesia, sehingga Haji Misbach sangat membenci kolonial Belanda dengan kapitalismenya. Penentangannya terhadap kapitalisme karena mengakibatkan kesengsaraan yang dirasakan oleh rakyat pribumi, penindasan dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat Hindia Belanda karena disebabkan oleh adanya eksploitasi yang dilakukan para penjajah kapitalis kepada rakyat pribumi. Sehingga Haji Misbach keras menentang kapitalis penjajah karena kapitalisme yang menyengsarakan orang banyak tersebut tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang dia fahami melalui pendidikan pesantrennya.

            Dalam pergerakannya menentang kapitalisme, Haji Misbach menyerukan kepada seluruh kaum muslimin untuk saling membantu dalam agama Allah, membantu dengan harta benda dan diri kita untuk berjalan dalam jalan Allah SWT. Karena terkadang ada yang hanya memedulikan diri dan kepentingannya sendiri, tidak mendukung saudaranya. Kapitalisme yang didukung oleh pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk memecahkan persatuan umat Islam, karena mereka takut kalau umat Islam bisa bersatu dan akan menjadi kuat di Hindia pada waktu itu. Misbach menghimbau untuk berhati-hati dengan tipu daya yang dibuat, karena pada waktu itu memang pemerintah tidak ikut campur dengan persoalan agama dan ketika kita dakwa kalau pemerintah membela agama Kristen sudah pasti pemerintah berkata tidak. Tetapi kita tahu bahwa yang agama Kristen di Hindia terbantu oleh kapitalis, bukan pemerintah, tetapi kapitalis mendapat perlindungan dari pemerintah, apakah ini bukan suatu sulapan yang sungguh alus?. Kemudian di akhir tulisannya Haji Misbach mengatakan bahwa siapapun yang merampas agama Islam, itulah yang wajib kita binasakan[7].

            Pemikiran Misbach selalu mengakar kuat  dengan latar belakang pendidikannya yaitu pesantren, maka dalam pemikirannya Misbach selalu menginginkan persatuan umat Islam untuk menentang kapitalisme yang memecah belah dan menyengsarakan rakyat. Pemikirannya selalu menyeru rakyat untuk berjuang yang disertai dengan ayat-ayat Al-Qur’an untuk lebih menguatkan bahwa yang dilakukannya merupakan perintah dari Allah. Pemikiran keislamannya menghantarkannya sebagai propagandis SI dan Insulinde serta dekat dan bersahabat dengan Muhammadiyah. Ia selalu tidak suka dengan kapitalisme yang menghancurkan kemanusiaan dan agama, karena pegawai atau buruh pabrik selalu diperas tenaga kerjanya untuk bekerja keras melewati waktu-waktu untuk beribadah seperti yang diperintahkan dalam agama Islam.

            Terkait dengan pemikiran Misbach di tahun 1923 yang memilih terlibat aktif dalam SI merah atau PKI, dikarenakan PKI lebih revolusiner sehingga komunis dijadikan alat atau wadah Misbach bergerak menentang kapitalis. Misbach tidak menyukai orang Islam yang membenci komunis begitupun sebaliknya, karena menurut Misbach Islam dan komunis saling berkaitan. Ia mengatakan bahwa jika orang Islam yang membenci komunis berarti dia belum menjadi Islam yang sebenar-benarnya. Begitupun sebaliknya, jika komunis tidak menyukai Islam berarti dia belum menjadi komunis yang sebenar-benarnya[8]. Komunis dan Islam bisa menjadi alat perlawanan terhadap kapitalisme.

            Kapitalisme menyebabkan kemiskinan masyarakat, sehingga kemudian menyebabkan terjadi berbagai bentuk kriminal terjadi di dunia, seperti pencurian, kekerasan, pelacuran, dan sebagainya, sehingga kapitalisme menyebabkan kemerosotan moral. Dengan semakin terpuruknya keadaan ekonomi masyarakat maka semakin tinggi juga tingkat kriminalitas yang terjadi, karena setiap orang pasti berusaha untuk mencukupi kebutuhan kehidupannya. Belum lagi dengan keadaan yang miskin banyak orang memilih untuk menjadi pegawai atau buruh pabrik, dimana tenaga kerjanya selalu diperas oleh para kapitalis sampai melewati batas-batas kemanusiaan dan agama[9]. Harus bagaimana lagi, mau tidak mau mereka tetap bertahan menjadi pekerja buruh pabrik untuk mencukupi kehidupannya. Dalam keadaan seperti itu, rakyat kecil yang disebut dengan golongan proletar ditekan dan dirampas dari berbagai sisi oleh sistem kapitalisme. Tidak bekerja (yang pada waktu itu tidak ada pilihan selain buruh pabrik), maka keadaan miskin menjadikan kriminalitas meningkat, sedangkan bekerja pun (menjadi buruh pabrik) dihabisi tenaganya. Akhirnya tidak ada kata lain selain menghilangkan kapitalisme dari dunia.

            Sebenarnya pemikiran komunis Misbach hanya sebagai alat penentangannya terhadap kapitalisme. Pemikiran komunisnya bukan merupakan komunis yang datang dari Rusia setelah terjadinya Revolusi sehingga pergerakan komunis dikembangkan oleh Lenin dan Stalin, karena komunis yang dibawa dari Rusia atau Uni Soviet merupakan komunis yang sudah sampai kearah pergerakan dan gerak organisasi. Komunis yang dibawa oleh Misbach adalah komunis yang difikirkan oleh Marx, karna sama halnya dengan Misbach Karl Marx pun menentang kapitalisme. Marx hanya mengeluarkan teori-teori tentang penentangan terhadap kapitalisme, hal ini dapat kita lihat dalam buku Erich Fromm yang berjudul Konsep Manusia Menurut Marx. Sehingga kalau kita lihat tulisan Haji Misbach tentang Komunisme, ia tidak pernah memasukkan nama Lenin ataupun Stalin, ia hanya menuliskan Karl Marx. Pengetahuan Misbach tentang agama Islam yang berbasis pesantren digunakannya untuk berjuang melawan kapitalis sama halnya dengan semangat revolusioner komunis.

C. Peran Haji Misbach dalam Organisasi Pergerakan

            Haji Misbach telah aktif dalam Sarekat Islam sejak didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta. Pada awalnya Haji Samanhudi mendirikan suatu perkumpulan ronda untuk mengamankan dan perdagangan batik di Laweyan yang pada waktu itu terjadi masalah dengan pedagang Cina, perkumpulan ronda itu dinamakan Rekso Reomekso[10]. Ketika perkumpulan ini mulai diperhatikan polisi dan mulai dipertanyakan statusnya karena pada waktu itu setiap organisasi harus legal dan resmi dikatehui oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Kemudian Marthodarsono meminta bantuan kepada R.M. Tirtoadisoerjo yang sudah berhasil mendirikan Sarekat Dagang Islam di Bogor. Pada April 1912 berdirilah Sarekat Islam di Surakarta.

            Sarekat Islam sudah mulai terdengar dari luar daerah Surakarta, sehingga pertama Marco yang datang dari Batavia sejak pertengahan September 1912. Kemudian datang juga intelektual dari Surabaya yaitu Tjokroaminoto, seorang priyayi yang membantu Haji Samanhudi di masa sulit. Kemudian Tjokroaminoto membawa seorang advokat Belanda bernama Mr. Dommering untuk membuat izin pendirian SI dan bertemu dengan Haji Samanhudi di Surakarta. hasilnya Mr. Dommering membuat surat izin pendirian SI yang tercatat pada tanggal 11 November 1912 no.132/8, surat tersebut dikirim ke Resident Surakarta melalui Departemen van Justie[11]. Kemudian diadakan Kongres SI yang pertama di Surakarta pada tahun 1913 dengan memilih ketua yaitu Haji Samanhudi. Kemudian SI mulai meluas dan mulai berdiri di daerah-daerah seluruh Hindia Belanda yang dinamakan dengan Afdeling. Kemudian Residen Surakarta secara resmi mengumumkan keputusan pemerintah tanggal 30 Juni tentang penggantian afdeling menjadi SI local. Keputusan ini mulai dicurigai oleh beberapa pengurus SI bahwa peraturan tersebut sebenarnya ingin memecah belah SI secara halus. SI di setiap daerah harus memiliki status hukum sendiri dan menolak sistem Rechtspersoonlijkheid (Penggabungan Korporasi) yang sebelumnya sudah diusulkan oleh tim Tjokroaminoto bersama Voorlopig Hoofdbestuur SI Surabaya. Jadi dengan peraturan pemerintah tersebut, SI akan menjadi sebuah perkumpulan yang terpecah belah dengan tidak memiliki ikatan di setiap afdelingnya[12].

            Pada kongres kedua SI di Yogyakarta tahun 1914, Tjokroaminoto terpilih sebagai ketua Sarekat Islam yang baru. Afdeling Sarekat Islam berubah nama menjadi SI lokal dibawah kepemimpinan Tokroaminoto. Kemudian Tjokroaminoto memimpin SI. Keberjalanan SI mulai menghadapi berbagai masalah, termasuk juga SI Surakarta. Tentara Kanjeng Nabi Muhammad sebagai organisasi subkomite dibawah SI dibentuk oleh Tjokroaminoto, akan tetapi Haji Misbach sendiri tidak sepaham dan mendirikan organisasi sendiri yang bernama Sidiq Amanah Tabligh Fatonah (SATV) yang memiliki tujuan terutama adalah memperkuat kebenaran Islam dan memajukan Islam, ini meniru cabang tabligh Muhammadiyah. Aktivitasnya pun tidak banyak berbeda dari apa yang dilakukan oleh propagandis Muhammadiyah, mereka mengadakan pertemuan tabligh, mendirikan sekolah bumiputra modern dengan ajaran keagamaan, dan mulai menerjemahkan Al-Qur’an dan teks-teks keagamaan klasik berbahasa arab kedalam bahasa Jawa[13].

            SI Surakarta sepanjang tahun 1914 sampai 1919 mengalami gejolak permasalahan dan kepemimpinan, sehingga atas inisiatif Semaoen dan Marco pada tanggal 15 Februari 1919 pertemuan Bestuur CSI di Surabaya memutuskan untuk memulihkan kembali SI Surakarta dengan Marco sebagai ketua dan Misbach sebagai wakil ketua, serta R. Hadiasmara sebagai sekretaris. Mulai tahun 1919 ini keterlibatan Haji Misbach dalam Sarekat Islam mulai kencang, karena sebelumnya diawal pembentukan Haji Misbach belum menjadi orang penting, kemudian dalam keberjalanannya Haji Misbach lebih banyak bergerak diluar SI dengan SATV dan surat kabarnya. 1920 Haji Misbach mengundurkan diri sebagai ketua SATV karena ingin aktif dalam SI Surakarta. Pergerakan SI Surakarta banyak berhubungan dengan Insulinde afdeling Surakarta dalam menggerakkan pemogokan-pemogokan petani dan buruh.

            Kekuatan penentang SI Surakarta sudah bergabung dengan insulinde Surakarta sebelum vergadering umum pada April 1919, karena pada vergadering  itu Samanhudi naik sebagai ketua kehormatan dengan kekuasaan mengawasi[14]. Padahal SI Surakarta sudah bergerak lebih radikal saat pemulihan kembali dan dipegang oleh Marco dan Haji Misbach, yang kemudian setelah pemulihan tersebut Marco mulai menerbitkan mingguan baru sebagai organ SI Surakarta yang berjudul Medan Bergerak. Keterlibatan Misbach dalam Sarekat  Islam lebih dalam propagandanya dan tulisan-tulisannya.
           
           






Daftar Pustaka
Buku :
Shiraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Misbach. 2016. Haji Misbach Sang Propagandis Aksi Propaganda di Surat Kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak (1915-1926). Temanggung: Kendi dan Yogyakarta: Octopus.
Skripsi :
Suharto, Adhytiawan. 2017. Pemikiran Sosial-Politik Haji Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto, dan Haji Samanhudi Tahun 1912-1919. Surakarta: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Busaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surat Kabar :
Misbach. 1918. Sroean Kita. Surakarta: Medan Moeslimin hlm. 281-283.
Misbach. 1925. Islamisme dan Komunisme. Surakarta: Medan Moeslimin No. 2-6.



[1] Adhytiawan Suharto., “Pemikiran Sosial-Politik Haji Samanhudi, H.O.S Tjokroaminoto, dan Haji Misbach Tahun 1912-1919”, Skripsi (Surakarta: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, 2017), hlm. 37.
[2] Ibid.
[3] Takashi Shiraishi., Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa Tahun 1912-1926 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997). Hlm. 172.
[4] Adhytiawan Suharto., “Pemikiran Sosial-Politik Haji Samanhudi, H.O.S Tjokroaminoto, dan Haji Misbach Tahun 1912-1919”, Skripsi (Surakarta: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, 2017), hlm. 39.
[5] Takashi Shiraishi., Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa Tahun 1912-1926 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997). Hlm. 411.
[6] Ibid., hlm. 183.

[7] Misbach, “Sroean Kita”, Medan Moeslimin 1918 hlm. 281-283.
[8] Misbach, “Islamisme dan Komunisme”, Medan Moeslimin No. 2-6 Tahun 1925 dalam buku H.M. Misbach, Haji Misbach Sang Propagandis Aksi Propaganda di Surat Kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak (Temanggung: Kendi dan Yogyakarta: Octopus. 2016), hlm. 99-141.
[9] Ibid.
[10] Adhytiawan Suharto., “Pemikiran Sosial-Politik Haji Samanhudi, H.O.S Tjokroaminoto, dan Haji Misbach Tahun 1912-1919”, Skripsi (Surakarta: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, 2017), hlm. 45.
[11] Ibid., hlm. 53.
[12] Ibid., hlm. 62.
[13] Takashi Shiraishi., Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa Tahun 1912-1926 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997). Hlm. 185.
[14] Ibid., hlm. 193.

Comments