Memahami Kembali Apa yang Diperjuangkan oleh Kartini


Setiap tahunnya Indonesia selalu memperingati Hari Kartini dalam rangka menghargai jasa-jasanya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dari aturan adat yang dirasa mengurung perempuan bumiputra untuk berkembang layaknya wanita Eropa atau laki-laki pada saat itu. Tanggal 21 April sebagai tanggal lahir Kartini menjadi tanggal yang dipakai untuk memperingati perjuangannya menaikkan derajat perempuan. Perjuangan menaikkan derajat perempuan yang dilakukan Kartini itulah yang hingga sekarang sering disebut dengan emansipasi wanita. Sehingga tak bisa dipungkiri hingga hari ini nama Kartini terus dikenang oleh seluruh anak bangsa Indonesia dengan berbagai cara.

Dalam rangka memperingati hari Kartini, kiranya sangat perlu untuk mempelajari bagaimana pemikiran Kartini serta memahami apa yang sebenarnya diperjuangkan oleh Kartini. Hal tersebut dapat kita pelajari melalui kajian historis serta membaca tulisan-tulisan Kartini yang merupakan surat-suratnya kepada orang Eropa pada waktu itu. Karena ketika kita berbicara tentang pergerakan wanita atau yang disebut juga feminisme, akan ada banyak bentuk yang melatar belakangi gerakan feminisme tersebut. Sehingga perlu kita pahami gerakan seperti apa yang dibawa oleh Kartini serta apa yang diperjuangkannya.

Beberapa artikel di media sosial maupun media cetak, banyak yang menulis tentang Kartini dalam rangka menyambut 21 April. Yang menarik adalah bagaimana kita harus menyadari bahwa pejuang perempuan bukan hanya Kartini, karna masih banyak perempuan bumiputra lainnya yang sudah lebih dulu berjasa sebelum Kartini. Akan tetapi memang nama Kartini lah yang diangkat sebagai simbol dari pejuang perempuan Indonesia sampai hari ini, sehingga nama-nama pejuang perempuan lainnya tidak banyak diketahui dan dikenang perjuangannya oleh masyarakat Indonesia seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, serta pejuang perempuan Indonesia lainnya.

Secara historis, jelaslah bahwa pejuang perempuan atau feminis di Indonesia bukanlah hanya Kartini, bahkan kartini pun bukanlah feminis pertama di Indonesia. Banyak perempuan-perempuan hebat lainnya yang berjuang dalam rangka menaikkan hak-hak perempuan maupun dalam rangka melawan kolonialisme. Kartini sendiri yang merupakan anak seorang bangsawan Jawa, melakukan perjuangannya disertai dengan rajinnya ia menulis surat-surat kepada orang Eropa tentang kondisi perempuan bumiputra waktu itu yang tidak mendapat apa yang seharusnya bisa didapat layaknya perempuan Eropa atau laki-laki terutama pendidikan, sehingga dengan surat-suratnya itu, ia dekat dengan orang-orang Belanda. Sampai pada akhirnya surat-surat Kartini diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” dalam bahasa Indonesia yang membuat nama Kartini terangkat sebagai simbol pejuang perempuan Indonesia.

Kemudian berkaitan dengan feminisme, menarik untuk memahami feminisme seperti apa yang diperjuangkan oleh Kartini, karena akhir-akhir ini saya merasa ada suatu pemikiran feminisme yang melampaui batas fitrah manusia. Bahkan seringkali ada suatu pengagungan terhadap nama Kartini dalam berbicara tentang posisi perempuan harus setara dengan laki-laki dalam segala hal. Perjuangan dalam rangka mewujudkan equality of gender atau kesetaraan gender ini membuat para perempuan lupa akan fitrahnya sebagai seorang perempuan, hal ini telah banyak buku yang membahasnya. Jika kita membaca buku-bukunya, feminisme ini merupakan gerakan dengan berbagai bentuk dan latar belakang. Feminisme sendiri pada dasarnya lahir karena adanya peristiwa-peristiwa penindasan terhadap kaum perempuan, sehingga mereka berpikir bahwa adanya gender adalah sebuah bentuk penindasan terhadap perempuan. Atas dasar penindasan yang dilakukan terhadap kaum perempuan, membuat mereka merasa bahwa perempuan harus setara dengan laki-laki dalam segala hal, sehingga pembagian peran antara laki-laki dan perempuan harus dihapuskan. Bahkan ada feminis radikal yang menginginkan dihapuskannya gender, karena adanya gender hanya menyebabkan terjadinya budaya patriark.

Dalam hal ini perlu dipertanyakan, pemikiran dan perjuangan yang seperti apa yang dibawa oleh Kartini dalam rangka emansipasi wanita, agar kita tidak keliru dalam berpikir. Sejenak saya sempat membaca surat-surat Kartini dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, sehingga bagi saya apa yang diperjuangkan oleh Kartini bukanlah perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan yang mengabaikan peran-peran yang berbeda dalam beberapa hal karena berkaitan dengan fitrah manusia. Secara sosial dan lingkungan keluarga, ada peran-peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, perjuangan yang dilakukan oleh Kartini adalah perjuangan dalam rangka mengeluarkan perempuan Indonesia dari kungkungan adat pada waktu itu. Ketaatan terhadap adat yang dirasa membuat perempuan tidak bisa bergerak bebas dalam memenuhi haknya sebagai manusia, terutama yang paling penting adalah pendidikan. Wajar jika tekad dan semangat Kartini sangat kuat, karena kondisi dimana Indonesia di akhir abad 19 dan awal abad 20 mulai dibuka sekolah-sekolah untuk golongan pribumi. Akhirnya Kartini pun berjuang untuk pendidikan kaum perempuan Indonesia.

Sejatinya dalam kehidupan manusia antara laki-laki dan perempuan, kesetaraan hak adalah hal yang harus dipenuhi, akan tetapi jangan sampai mengabaikan peran-peran yang berbeda yang harus dipenuhi, sehingga kita bisa bersikap proporsional. Perbedaan jenis kelamin bukan untuk menindas satu sama lain, karenanya perbedaan itu merupakan hal yang pasti dan tidak bisa kita hapuskan. Oleh karena itu, bersikap adil dan proporsional merupakan jalan terbaik agar tidak ada lagi penindasan terhadap satu sama lain, sehingga kita dapat memahami kembali pemikiran dari apa yang diperjuangkan oleh Kartini dalam ranga menyambut hari Kartini.

Selamat hari Kartini, berekspresilah dalam mengenang perjuangan Kartini, tetapi jangan sampai lupa bahwa pejuang perempuan di Indonesia bukan hanya Kartini, mari kita juga kenang perempuan-perempuan hebat lainnya yang berjuang untuk Indonesia.

Comments